Mewaspadai Preeklampsia pada Ibu Hamil

Tanggal : 14 Aug 2019 13:35 Wib



Preeklampsia adalah kondisi dimana seorang perempuan memiliki tekanan darah tinggi dan kemungkinan protein dalam urin yang tinggi selama kehamilan atau setelah melahirkan. Mungkin juga seorang perempuan memiliki faktor pembekuan darah rendah (trombosit) dalam darahnya atau indikator gangguan ginjal atau hati. Preeklampsia umumnya terjadi setelah 20 minggu kehamilan. Namun, dalam beberapa kasus dapat terjadi lebih awal, atau setelah melahirkan. Eklampsia adalah perkembangan preeklampsia yang parah. Dengan kondisi ini, tekanan darah tinggi menyebabkan kejang. Seperti halnya preeklampsia, eklampsia terjadi selama kehamilan atau, jarang setelah melahirkan. Sekitar 5‐8 persen dari semua wanita hamil mendapatkan preeklampsia.
Preeklampsia bisa menyerang ibu hamil manapun. Hanya saja, ada beberapa orang yang memiliki faktor risiko serangan yang lebih tinggi dibanding yang lain. Dokter belum dapat mengidentifikasi satu penyebab preeklampsia, tetapi beberapa penyebab potensial sedang dieksplorasi hingga saat ini yaitu faktor genetik, masalah pembuluh darah, dan gangguan autoimun. Genetik dan riwayat kesehatan keluarga yang pernah mengalami preeklampsia dianggap menjadi pencetus. Selain itu, masih ada faktor‐faktor lain yang bisa meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia. Beberapa orang yang lebih berisiko terkena preeklampsia adalah ibu hamil yang berusia lebih muda dari 18 tahun atau lebih tua dari 35 tahun. Ibu hamil yang mengandung bayi kembar atau kembar tiga dan lebih akan lebih berisiko terserang preeklampsia. Ibu hamil dengan riwayat kesehatan memiliki tekanan darah tinggi kronis, diabetes, gangguan ginjal, migrain, dan rheumatoid arthritis lebih mungkin terkena preeklampsia saat hamil. Ibu hamil dengan berat badan berlebih atau obesitas juga berpotensi mengalami preeklampsia. Etiologi terjadinya preeklampsia hingga saat ini belum diketahui secara pasti. Terdapat banyak teori yang ingin menjelaskan tentang penyebab preeklampsia tetapi tidak ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Tetapi, ada beberapa faktor yang berperan, yaitu peran prostasiklin dan tromboksan, peran imunologis, peran faktor genetik, dan disfungsi endotel. Pada preeklampsia dijumpai kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga sekresi vasodilatator prostasiklin oleh sel‐sel endotelial plasenta berkurang, sedangkan pada kehamilan normal, prostasiklin meningkat. Sekresi tromboksan oleh trombosit bertambah sehingga timbul vasokonstriksi generalisata dan sekresi aldosteron menurun. Perubahan aktivitas tromboksan memegang peranan sentral terhadap ketidakseimbangan prostasiklin dan tromboksan.Hal ini mengakibatkan pengur angan perfusi plasenta sebanyak 50%, hipertensi, dan penurunan volum plasma.
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama karena pada kehamilan pertama terjadi pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna. Pada preeklampsia terjadi kompleks imun humoral dan aktivasi komplemen. Hal ini dapat diikuti dengan terjadinya pembentu kan proteinuria. Bukti yang mendukung berperannya faktor genetik pada penderita preeklampsia adalah peningkatan Human leukocyte antigen (HLA). Menurut beberapa peneliti,wanita hamil yang mempunyai HLA dengan haplotipe A 23/29, B 44 dan DR 7 memiliki resiko lebih tinggi menderita preeklampsia dan pertumbuhan janin terhambat.
Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki peranan pada terjadinya preeklampsia. Kerusakan endotel vaskular pada preeklampsia dapat menyebabkan penurunan produksi prostasiklin, peningkatan aktivitas agregasi trombosit dan fibrinolisis, kemudian diganti oleh trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivitas trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan A2 dan serotonin sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.
Gejala dan tanda preeklampsia paling umum adalah hipertensi. Hipertensi merupakan kriteria paling penting dalam diagnosa penyakit preeklampsia. Hipertensi sering terjadi sangat tiba‐tiba. Banyak primigravida (hamil pertama kali) dengan usia muda memiliki tekanan darah sekitar 100‐110/60‐70 mmHg selama trimester kedua. Peningkatan diastolik sebesar 15 mmHg atau peningkatan sistolik sebesar 30 mmHg harus dipertimbangkan pada kehamilan tersebut. Edema pada
kehamilan normal dapat ditemukan edema dependen, tetapi jika terdapat edema independen yang dijumpai di tangan dan wajah yang meningkat saat bangun pagi merupakan edema yang patologis. Kriteria edema lain dari pemeriksaan fisik yaitu penambahan berat badan > 2 pon/minggu dan penumpukan cairan di dalam jaringan secara generalisata yang disebut pitting edema > +1 setelah tirah baring 1 jam.
Proteinuria merupakan gejala terakhir yang timbul. Proteinuria berarti  konsentrasi protein dalam urin yang melebihi 0,3 gr/liter dalam urin 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukan (+1 sampai 2+ dengan metode dipstik) atau > 1 gr/liter melalui proses urinalisis dengan menggunakan kateter atau midstream yang diambil urin sewaktu minimal dua kali dengan jarak waktu 6 jam. Hemoglobin dan hema‐ tokrit meningkat akibat hemokonsentrasi. Trombositopenia biasanya terjadi. Terjadi peningkatan FDP, fibronektin dan penurunan antitrombin III. Asam urat biasanya meningkat diatas 6 mg/dl. Kreatinin serum biasanya normal tetapi bisa meningkat pada preeklampsia berat. Alkalin fosfatase meningkat hingga 2‐3 kali lipat. Laktat dehidrogenase bisa sedikit meningkat dikarenakan hemolisis. Glukosa darah dan elektrolit pada pasien preeklampsia biasanya dalam batas normal. Urinalisis ditemukan proteinuria dan beberapa kasus ditemukan hyaline cast.
Akibat gejala preeklampsia, proses kehamilan ibu terganggu karena terjadi perubahan patologis pada sistem organ seperti jantung, hati, ginjal, otak, dan lain‐lain. Perubahan pada jantung disebab kan oleh peningkatan cardiac afterload akibat hipertensi dan aktivasi endotel sehingga terjadi ekstravasasi cairan intravaskular keekstraselular terutama paru. Sedangkan terjadinya penurunan cardiac preload akibat hipovole mia. Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan autoregulasi pada otak tidak berfungsi. Jika autoregulasi tidak berfungsi, penghubung penguat endotel akan terbuka menyebabkan plasma dan sel‐sel darah merah keluar ke ruang ekstravaskular. Pada preeklampsia tampak edema retina, spasmus menyeluruh pada satu atau bebera pa arteri, jarang terjadi perdarahan atau eksudat. Spasmus arteri  retina yang nyata dapat menunjukkan adanya preeklampsia yang berat, tetapi bukan berarti spasmus yang ringan adalah preeklampsia yang ringan. Skotoma, diplopia dan ambliopia pada penderita preeklampsia merupakan gejala yang menunjukan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan aliran darah pada pusat penglihatan di Edema paru biasanya terjadi pada korteks serebri maupun didalam retina. 
Edema paru biasanya terjadi pada pasien preeklampsia berat yang mengalami kelainan pulmonal maupun non‐pulmonal setelah proses persalinan. Hal ini terjadi karena peningkatan cairan yang sangat banyak, penurunan tekanan onkotik koloid plasma akibat proteinuria, penggunaan kristaloid sebagai pengganti darah yang hilang, dan penurunan albumin yang diproduksi oleh hati. Pada preeklampsia berat terdapat perubahan fungsi dan integritas hepar, perlambatan ekskresi bromosulfoftalein, dan peningkatan kadar aspartat aminotransferase serum. Sebagian besar peningkatan fosfatase alkali serum disebabkan oleh fosfatase alkali tahan panas yang berasal dari plasenta. Nekrosis hemoragik periporta di bagian perifer lobulus hepar menyebabkan terjadin ya peningkatan enzim hati didalam serum. Perdarahan pada lesi ini dapat mengakibatkan ruptur hepatika, menyebar di bawah kapsul hepar dan membentuk hematom subkapsular. Kelainan pada ginjal biasanya dijumpai proteinuria akibat retensi garam dan air. Retensi garam dan air terjadi karena penurunan laju filtrasi natrium diglomerulus akibat spasme arteriol ginjal. Pada pasien preeklampsia terjadi penurunan ekskresi kalsium melalui urin karena meningkatnya reabsorpsi ditubulus. Kelainan ginjal yang dapat dijump ai berupa glomerulopati, terjadi karena peningkatan permeabilitas terhadap sebagian besar protein dengan berat molekul tinggi, misalnya hemoglobin, globulin, dan transferin. Protein‐protein molekul ini tidak dapat difiltrasi oleh glomerulus. Kebanyakan pasien preeklampsia 
  
Kebanyakan pasien preeklampsia mengalami koagulasi intravaskular (DIC) dan destruksi pada eritrosit. Trombositopenia merupakan kelainan yang sangat sering, biasanya jumlahnya kurang dari 150.000/μl ditemukan pada 15‐20 % pasien. Level fibrinogen meningkat pada pasien preeklampsia dibandingkan dengan ibu hamil dengan tekanan darah normal. Jika ditemukan level fibrinogen yang rendah pada pasien preeklampsia, biasanya berhubungan dengan terlepasnya plasenta sebelum waktunya (placental abruption). Pada 10% pasien dengan preeklampsia berat dapat terjadi HELLP syndrome yang ditandai dengan adanya anemia hemolitik, peningkatan enzim hati dan jumlah platelet rendah.
Akibat preeklampsia juga ber dampak pada janin. Penurunan aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta. Hal ini mengakibatkan hipovolemia, vasospasme, penurunan perfusi uteroplasenta dan kerusakan sel endotel pembuluh darah plasenta sehingga mortalitas janin meningkat. Dampak preeklampsia pada janin, antara lain terjadinya Intrauterine growth restriction (IUGR) atau pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion, prematur, bayi lahir rendah, dan solusio plasenta.
Tujuan utama penanganan pre eklampsia adalah mencegah terjadinya eklampsia, melahirkan bayi tanpa asfiksia dengan skor APGAR baik, dan mencegah mortalitas maternal dan perinatal. Istirahat di tempat tidur merupakan terapi utama dalam penangan an preeklampsia ringan. Istirahat dengan berbaring pada sisi tubuh menyebabkan aliran darah ke plasenta dan aliran darah ke ginjal meningkat, tekanan vena pada ekstremitas bawah menurun dan reabsorpsi cairan bertambah. Selain itu, dengan istirahat di tempat tidur mengurangi kebutuhan volume darah yang beredar dan juga dapat menurunkan tekanan darah. Apabila preeklampsia tersebut tidak membaik dengan penanganan konservatif, dalam hal ini kehamilan harus diterminasi jika mengancam nyawa ibu.
Pada pasien preeklampsia berat, penanganannya harus segera diberi obat sedatif kuat untuk mencegah timbulnya kejang. Apabila sesudah 12‐24 jam bahaya akut sudah diatasi, tindakan terbaik adalah menghentikan kehamilan. Sebagai pengobatan mencegah timbulnya kejang, dapat diberikan larutan magnesium sulfat (MgSO4). Tambahan magnesium sulfat hanya dapat diberikan jika diuresis pasien baik, refleks patella positif dan frekuensi pernafasan lebih dari 16 kali/menit. Obat ini memiliki efek menenangkan, menurunkan tekanan darah dan meningkatkan diuresis. Selain magnesium sulfat, pasien dengan preeklampsia dapat juga diberikan klorpromazin atau diazepam secara intramuskular dengan dosis sesuai anjuran dokter.
Saat ini, tidak ada cara pasti untuk mencegah preeklampsia. Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap tekanan darah tinggi dapat dikontrol dengan menerapkan pola hidup sehat dengan pola makan seimbang dan olahraga. Hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi risiko preeklampsia antara lain mengurangi penggunaan garam pada makanan, minum 6‐8 gelas air putih dalam sehari, tidak makan banyak makanan goreng dan junk food, istirahat yang cukup, berolahraga secara teratur, hindari minuman yang mengandung kafein, dan jika perlu dokter mungkin akan memberikan obat yang diresepkan dan suplemen tambahan. (K.K)


 

Post Terkait

Ciptakan Keluarga Sehat dan Bergizi

Tanggal Publikasi: 10 Jul 2020 17:47 | 250 View

Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat, yang terdiri dari kepala keluarga, istri, anak dan beberapa anggota lain yang berada di suatu tempat dan saling ketergantungan, baik secara moril dan non…

Selengkapnya

“MENGULIK” TUNTAS KESEHATAN BAYI DAN MP ASI

Tanggal Publikasi: 02 Sep 2019 09:42 | 235 View

Setiap tanggal 23 Juli, kita selalu memperingati Hari Anak Nasional. Anak merupakan generasi penerus bangsa, untuk itu sepatutnya anak selau dijaga dan diperhatikan terutama dari segi kesehatan. Dalam dunia kesehatan…

Selengkapnya

Salah Satu Kelainan Jantung pada Anak

Tanggal Publikasi: 12 Jul 2019 15:00 | 516 View

Masyarakat pada umumnya banyak beranggapan bahwa penyakit Jantung hanya bisa terjadi pada usia dewasa. Tetapi faktanya banyak juga bayi atau anak kecil terkena penyakit Jantung. Lalu bagaimana bisa bayi atau…

Selengkapnya

Mengendalikan Penyakit Asma

Tanggal Publikasi: 12 Jun 2019 16:47 | 1792 View

Bagi banyak penderita asma, penentuan waktu gejala‐gejala asma berkaitan erat dengan aktivitas fisik. Beberapa orang yang sehat dapat mengembangkan gejala asma hanya ketika berolahraga dan disebut exerciseinduced bronchoconstriction (EIB) atau…

Selengkapnya

Ketahanan Pangan dan Dampaknya Terhadap Kesehatan

Tanggal Publikasi: 30 Sep 2018 08:14 | 193 View

Makanan merupakan salah satu kebutuhan utama bagi manusia. Kekurangan makanan dapat menyebabkan berbagai masalah bagi manusia, terutama masalah kesehatan. Berbagai masalah kesehatan yang timbul sebagian besar berkaitan dengan makanan. Misalnya,…

Selengkapnya