Koinfeksi HIV dan Penanggulangannya
Tanggal : 09 Jul 2020 16:14 Wib
Kementerian Kesehatan RI menerapkan stratego STOP untuk menghentikan endemi HIV/AIDS. STOP dijabarkan menjadi S (Suluh) yaitu edukasi kepada masyarakat, T (Temukan) melalui percepatan tes dini, O (Obati) pengobatan kepada ODHA dengan segera pemberian ARV, dan P (Pertahankan) dengan menjaga tetap di atas 90 persen ODHA dengan terapi ARV tidak terdeteksi virus. Saat ini koinfeksi ODHA denagn virus Hepatitis C menjadi perhatian serius. Adanya kesamaan cara penyebaran infeksi HIV dengan infeksi virus Hepatitis C (HCV) menyebabkan tingginya angka kejadian koinfeksi HIV dan HCV. Oleh karenanya skrining terhadap pasien HCV untuk memastikan ada atau tidaknya infeksi HIV perlu dilakukan. Dengan terdeteksinya antibodi HCV, tidak memastikan adanya infeksi yang aktif, sekitar 10-25% individu koinfeksi dan monoinfeksi akan secara spontan membersihkan virus. Pemeriksaan HCV RNA harus dilakukan sesudah ditemukannya positif HCV pada pemeriksaan skrining, untuk menyingkirkan adanya spontaneous clearance. Individu dengan HCV RNA positif harus melakukan pemeriksaan genotipe, supaya dapat menentukan terapi selanjutnya. Semua individu harus melakukan skrining kekebalan hepatitis A (IgG anti hepatitis A) dan hepatitis B (HBsAg, AntiHBs dan anti HBc) dan harus dilakukan vaksinasi jika berstatus nonimmune.
Terapi dapat dimulai lebih awal pada pasien koinfeksi apabila didapati kondisi dimana progresivitas penyakit hati berjalan cepat dibandingkan dengan pasien dengan monoinfeksi hepatitis C, ataupun pasien dengan risiko tinggi mengalami hepatotoksisitas setelah inisiasi terapi anti retroviral (ART). Pengobatan koinfeksi HIV-HCV secara bersamaan adalah mungkin, akan tetapi akan dipersulit dengan adanya beban meminum tablet yang banyak, interaksi obat dan toksisitas. Pada keadaan ini, maka tahap dari penyakit hepatitis C harus dipastikan, agar dapat menentukan pengobatan HCV serta membuat keputusan kapan dimulai pengobatan.
Pada jurnal MEDIKA edisi ini dihadirkan sebuah artikel berjudul TATA LAKSANA KOINFEKSI HIV DAN HEPATITIS C : FOKUS PADA DIRECT ACTING ANTIVIRAL (DAA). Dengan memahami artikel ini diharapkan dokter dan tenaga kesehatan lain dapat memahami deteksi dini pasien-pasien yang mungkin mengalami koinfeksi HIV dan Hepatitis C. Hal ini tentunya diharapkan dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pada kasus-kasus HIV/AIDS dan Hepatitis C. (MP)
Post Terkait
Perkembangan Anak dan Faktor yang Memengaruhinya
Anak adalah titipan Tuhan kepada setiap orang tua. Bagi mereka yang memahami akan hal ini, menjaga anak sebagai buah hati tidak hanya saat di dalam kandung an, namun hingga mereka…
SelengkapnyaDari Redaksi
Kolom
Artikel
PENGGUNAAN PROPOELIX™ UNTUK MENINGKATKAN IMUNITAS TUBUH PADA SUBJEK PENELITIAN YANG SEHAT
10 Sep 2021 02:09 Artikel Penelitian
Prinsip-Prinsip Hak Asasi Manusia Dalam Pelayanan Kesehatan Dan Perlindungan Hak Kesehatan Bagi Orang Dengan Gangguan Jiwa
09 Jul 2020 16:27 Artikel Penelitian
Perbandingan Dua Tabung Sitrat Pada Pemeriksaan Faal Hemostasis
09 Jul 2020 16:18 Artikel Penelitian
Tata Laksana Koinfeksi HIV dan Hepatitis C : Fokus Pada Direct Acting Antiviral (DAA)
09 Jul 2020 15:57 Tinjauan Pustaka
Retensio Urine Post Partum
09 Jul 2020 13:41 Tinjauan Pustaka
Perbandingan Dua Tabung Sitrat Pada Pemeriksaan Faal Hemostasis
09 Jul 2020 16:18 Artikel Penelitian
PENGGUNAAN PROPOELIX™ UNTUK MENINGKATKAN IMUNITAS TUBUH PADA SUBJEK PENELITIAN YANG SEHAT
10 Sep 2021 02:09 Artikel Penelitian
Prinsip-Prinsip Hak Asasi Manusia Dalam Pelayanan Kesehatan Dan Perlindungan Hak Kesehatan Bagi Orang Dengan Gangguan Jiwa
09 Jul 2020 16:27 Artikel Penelitian
Kegiatan
FIK UI Rancang Strategi untuk Memutus Rantai Infeksi pada Anak Sekolah
10 Jul 2020 10:16 Kegiatan
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia (FFUI) meresmikan Empat Ruang Pendukung Pendidikan Akademik
10 Jul 2020 10:06 Kegiatan
Fakultas Farmasi UI Resmikan Laboratorium dan Ruang Apotek Simulasi
10 Jul 2020 10:00 Kegiatan
Deteksi Dini Saraf Penciuman, Cegah Kerusakan Otak !
02 Sep 2019 09:43 Kegiatan