Prinsip-Prinsip Hak Asasi Manusia Dalam Pelayanan Kesehatan Dan Perlindungan Hak Kesehatan Bagi Orang Dengan Gangguan Jiwa

Tanggal : 09 Jul 2020 16:27 Wib


Dr. Endang Wahyati Yustina,SH.MH *
Odilia Esem, SST. MH**
dr. Rospita Adelina Siregar, MH.Kes***
                       
 ABSTRAK
            Hak Asasai Manusia adalah hak yang melekat secara inheren pada semua orang sejak lahir. Hak atas layanan kesehatan adalah salah satu hak yang berasal dari hak asasi manusia. Prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia harus menjadi dasar dari layanan kesehatan. Prinsip-prinsip yang umumnya ditemukan dalam setiap konvensi Internasional yang berkaitan dengan hak asasi manusia juga menjadi dasar pelayanan kesehatan, termasuk tiga prinspi utama, yaitu prinsip persamaan, non-diskriminasi dan kewajiban negara. Hak atas layanan kesehatan adalah hak dasar yang harus dimiliki oleh semua orang termasuk orang dengan gangguan mental. Orang dengan gangguan mental memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan layanan kesehatan melalui penyediaan fasilitas kesehatan mental, pekerja kesehatan mental, pasokan kesehatan mental oleh pemerintah. Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif-yuridis dengan spesifikasi analitis-deskriptif. Data yang digunakan adalah data sekunder melalui studi pustaka. Prinsip-prinsip hak asasi manusia dalam layanan kesehatan untuk orang dengan gangguan mental didasarkan pada nilai-nilai moral, antara lain, penghormatan terhadap otonomi, non-kejahatan, kebaikan hati dan keadilan. Prinsip-prinsip dan nilai-nilai ini dinyatakan dalam berbagai ketentuan perundang-undangan, termasuk UUD 1945, UU Hak Asasi Manusia, UU Kesehatan, UU Kesehatan Mental, Peraturan Menteri Kesehatan, Standar Layanan Minimum untuk Kesehatan. Padahal belum ada bentuk regulasi teknis terkait layanyan kesehatan untuk orang dengan gangguan mental, peraturan tentang orang dengan gangguan mental yang didasarkan pada prinsip-prinsip hak asasi manusia akan menjamin perlindungan hak-hak orang dengan gangguan mental dalam mendapatkan layanan kesehatan.
Kata kunci: prinsip hak asasi manusia, perlindungan hak, layanan kesehatan, orang dengan gangguang mental.
 
ABSTRACT
Human rights are the rights inherently attached to everyone since his birth. Right to health services is one of the rights derived from human rights. Human rights principles are to be the basis of health services. The principles generally found in every international convention dealing with human rights are also to be the basis of health services, including three main principles, namely equality, non-discrimination and state obligations principles. The right to health services is a basic right that must be possessed by everyone including the people with mental disorders (ODGJs). The ODGJs have the same opportunity to get health services through the provision of mental health facilities, mental health workers, mental health supplies by the government. This study used a normative-juridical approach with analytical-descriptive specification. The data used were secondary data through library studies. Human rights principles in health services for ODGJs were based on moral values, among others, respect for autonomy, non-maleficence, beneficence, and justice. These principles and values were stated in various statutory provisions, including the 1945 Constitution, Human Rights Act, Health Act, Mental Health Act, Health Minister Regulation, Minimum Service Standards for Health. Though there had not been any form of technical regulation related to health services for ODGJs, the regulation on ODGJs based on human rights principles would guarantee the protection the rights of ODGJs in getting health services.
Keywords: human rights principles, rights protection, health services, people with mental disorders (ODGJ).

A. PENDAHULUAN

Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia secara kodrati, universal dan langgeng sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak asasi manusia bersifat universal, berlaku untuk semua orang tanpa melihat jenis kelamin, suku, ras, agama maupun latar belakang budaya, sosial bahkan latar belakang politik seseorang. Intinya bahwa siapupun memiliki hak asasi manusia yang tidak boleh dilanggar. Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki oleh manusia karena martabatnya sebagai manusia dan bukan diberikan oleh masyarakat atau negara. Oleh karena itu, hak asasi manusia tidak dapat dihilangkan atau dinyatakan tidak berlaku oleh negara. Hak atas pelayanan kesehatan merupakan hak yang bersumber dari HAM. Hak atas pelayanan kesehatan merupakan salah satu bagian dari hak atas kesehatan.
Pada hak dasar pertama adalah hak untuk hidup yang membawa konsekuensi adanya hak-hak lain termasuk hak atas pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan sebagai kumpulan sarana dan prasarana guna melindungi, menunjang dan meningkatkan kesehatan manusia yang merupakan salah satu bentuk perlindungan hukum dan mendapatkan perhatian yuridis. Prinsip-prinsip atau asas-asas HAM merupakan landasan bagi terwujudnya hak atas pelayanan kesehatan. Diantara prinsip-prinsip atau asas umum HAM tersebut terdapat asas yang terkait dengan pelayanan kesehatan yakni: prinsip kesetaraan, non-diskriminatif dan kewajiban negara.
Di dalam Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 disebutkan bahwa, “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.” Hak
atas pelayanan kesehatan merupakan hak dasar yang harus dipenuhi oleh pemerintah tanpa diskriminasi terhadap setiap orang termasuk Orang Dengan Gangguan Jiwa. Gangguan jiwa adalah sindrom atau pola perilaku, atau psikologik seseorang, yang secara klinik cukup bermakna dan yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau hendaya (impairment/disability) di dalam satu atau lebih fungsi yang penting dari manusia. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 (Riskesdas) di Indonesia menunjukan prevalensi gangguan jiwa mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1000 penduduk.
Sementara itu, menurut data WHO pada tahun 2016, secara global, terdapat sekitar 35 juta orang yang mengalami depresi, 60 juta orang dengangangguan Bipolar, 21 juta orang dengan Skizofrenia, dan 47,5 juta orang dengan demensia. Secara global, mayoritas dari mereka yang membutuhkan perawatan kesehatan jiwa di seluruh dunia tidak memiliki akses kelayanan kesehatan mental berkualitas tinggi. Stigma, kurangnya sumber daya manusia, model pemberian layanan yang terfragmentasi, dan kurangnya kapasitas penelitian untuk implementasi dan perubahan kebijakan berkontribusi pada kesenjangan perawatan kesehatan jiwa saat ini. Fakta yang dikeluarkan oleh WHO, Mental Health Gap Action Programme (mhGAP) pada tahun 2008 telah memperkirakan bahwa lebih dari 75% orang dengan gangguan jiwa di negara-negara berkembang tidak memiliki akses kelayanan kesehatan. Laporan yang sama menyatakan bahwa setidaknya sepertiga pasien dengan Skizofrenia dan lebih dari setengahnya menderita Depresi, mengkonsumsi alkohol dan menyalahgunakan narkoba, tidak memiliki akses ke layanan kesehatan dalam setahun.
Tingginya jumlah ODGJ juga disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah gaya hidup, budaya, lahan pekerjaan yang tidak memadai untuk menampung lulusan sekolah dan perguruan tinggi yang kian terus bertambah, hal ini menjadi salah satu kontributor yang memicu terjadinya stress atau gangguan jiwa di Indonesia. Pada umumnya pelayanan kesehatan pada ODGJ hanya ditangani oleh Rumah Sakit Jiwa, sementara fasilitas pelayanan kesehatan lain belum semuanya menyediakan layanan kesehatan jiwa. Pelayanan kesehatan jiwa sebagian besar masih diberikan oleh dokter umum dan hanya sebagian kecil yang ditangani oleh dokter spesialis kesehatan jiwa. Hal ini terjadi karena kurangnya jumlah tenaga khusus kesehatan jiwa. Kendala dalam layanan non medis antara lain tidak tersebarnya tenaga non medis secara merata diseluruh daerah. Kondisi ini jelas tidak memberikan keadilan bagi ODGJ. Sebagai warga negara ODGJ memiliki hak yang sama seperti masyarakat pada umumnya. ODGJ berhak atas hidup yang membawa konsekuensi adanya hak-hak lain termasuk hak atas pelayanan kesehatan. Apabila hak atas pelayanan kesehatan bagi ODGJ terpenuhi, maka ODGJ dapat kembali menjadi sehat baik secara fisik maupun jiwa. Sehingga ODGJ dapat hidup setara dengan masyarakat pada umumnya, dan dapat berkarya untuk memberikan kontribusi sesuai dengan kemampuannya masing-masing di dalam kehidupan masyarakat.
Maka dari itu, negara sebagai pemangku kewajiban hak asasi manusia harus melaksanakan tanggung jawab dalam memberikan perlindungan hukum terhadap ODGJ. Menurut Satjipto Rahardjo, perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusai (HAM) yang dirugikan oleh orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum. Sesuai pengertian perlindungan hukum tersebut, maka suatu perlindungan hukum harus diberikan oleh pemerintah terhadap ODGJ dalam bentuk peraturan dan kebijakan tentang kesehatan yang harus direalisasikan di lapangan, yaitu melalui penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan jiwa bagi ODGJ,penyediaan tenaga kesehatan jiwa serta perbekalan kesehatan jiwa yang memadai. Sehingga dapat memberikan suatu keadilan bagi seluruh masyarakat tanpa terkecuali termasuk bagi ODGJ dalam pemenuhan perlindungan hak atas pelayanan kesehatannya.
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut
  1. Bagaimana prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia dalam pelayanan kesehatan?
  2. Bagaimana pengaturan perlindungan hak pelayanan kesehatan bagi orang dengan gangguan jiwa berdasarkan prinsip-prinsip HAM?
Adapun penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitik. data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sekunder dan pengumpulan data dilakukan melalui studi dokumenter. Analisis data dilakukan dengan metode analisis kualitatif.
Metode Penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif, terutama terkait dengan bagaimana asas/prinsip- prinsip Hak Asasi Manusia dijadikan landasan dalam penyusunan norma perlindungan bagi ODGJ. Adapun spesifikasi deskriptif analitik. Kajian pustaka merupakan metode pengumpulan datanya terutama untuk memperoleh data sekunder. Analisis data yang digunakan adalah normative kualitatif.

 

B. PRINSIP-PRINSIP HAK ASASI MANUSIA DALAMPELAYANAN KESEHATAN

Hak merupakan perwujudan kebebasan dalam masyarakat, sedangkan konsekuensi hak adalah tanggung jawab dalam bentuk kewajiban. Oleh karena itu dalam kehidupan sehari-hari dalam kebebasan selalu melekat tanggung jawab, sejalan dengan hak yang selalu melekat kewajiban. Istilah Hak Asasi Manusia (HAM/Human Rights) secara etimologis terbentuk dari tiga kata, yaitu hak, asasi, dan manusia. Hak berarti benar, nyata, pasti, tetap, dan wajib. Kata Asasi diartikan segala sesuatu yang bersifat mendasar dan fundamental yang selalu melekat pada objeknya. Dengan penjelasan tersebut maka Hak Asasi Manusia dapat diartikan sebagai hak-hak mendasar pada diri manusia. Soetandyo Wignjosoebroto mengartikan HAM adalah “hak-hak mendasar (fundamental) yang diakui secara universal sebagai hak-hak yang melekat pada manusia karena hakikat dan kodratnya sebagai manusia.” Menurut Soetandyo : Hak disebut ‘universal’ karena hak ini dinyatakan sebagai bagian dari kemanusiaan setiapsosok manusia, apapun warna kulit, jenis kelamin, usia, latar belakang, budaya, agama, dan kepercayaannya. Sedangkan kata ‘melekat’ atau ‘inherent’ digunakan karena hak-hak itu dimiliki setiap manusia semata-mata karena keberadaanya sebagai manusia dan bukan karena pemberian dari suatu organisasi kekuasaan manapun. Karena sifat HAM yang ‘melekat’inilah maka hak-hak tersebut tidak dapat dirampas atau dicabut.
Kesehatan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia.Sehingga ada pepatah yang mengatakan bahwa “healthy is not everything, but without healthy everything is nothing”, kesehatan bukan segala-galanya, tetapi tanpa kesehatan segala-galanya tidak bermakna. Setiap orang berhak hidup sehat. Hak atas kesehatan merupakan hak yang bersumber dari Hak Asasi Manusia. Dalam pembahasan tentang hak atas pelayanan kesehatan perlu dikemukakan terlebih dahulu pengertian tentang hak terlebih dahulu. Hak adalah kekuasaan atau kewenangan yang dimiliki seseorang atau badan hukum untuk mendapatkan atau memutuskan untuk berbuat sesuatu. Pengertian hak juga dapat diuraikan sebagai berikut: “Rights are justified claims that individuals and groups can legitimately make upon other individuals or a social group or institution. To have a right is to be in position to determine by one’s choices what others should or should not to do.
Pasal 1 butir 1 Undang-UndangNomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjungtinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.Hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia karena kodratnya sebagai manusia. Hak-hak tersebut diperoleh bukan berdasarkan pemberian dari orang lain atau pemberian dari negara. Hak asasi diberikan tanpa perbedaan antara satu individu dengan individu lain. Hak dasar pertama adalah hak untuk hidup yang membawa konsekuensi adanya hak-hak lain termasuk hak atas kesehatan.
Manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa secara kodrati di anugerahi hak dasar yang disebut sebagai hak asasi. Hak asasi diberikan tanpa perbedaan antara satu dengan yang lainnya. Melalui hak asasi tersebut, manusia dapat mengembangkan diri pribadi, peranan dan sumbangannya bagi kesejehteraan hidup manusia. Manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai warga negara dalam mengembangkan diri berperan dan memberikan sumbangan bagi kesejahteraan hidup manusia yang ditentukan oleh pandangan hidup dan kepribadian bangsa. Pandangan hidup dan keperibadian bangsa Indonesia sebagai kristalisasi nilai-nilai luhur bangsa Indonesia, menempatkan manusia pada keluhuran harkat dan martabat makhluk Tuhan Yang Maha Esa dengan kesadaran mengemban kodratnya sebagai makhluk pribadi dan juga makhluk sosialsebagaimana tertuang dalam pembukaan UndangUndang Dasar Tahun 1945.
Dalam Piagam Hak Asasi Manusia disebutkan, manusia adalah makhluk pilihan Tuhan Yang Maha Esa sebagai pengelola dan pemelihara alam di bumi untuk kesejahteraan umat manusia yang melaksanakan tugasnya dengan penuh ketaqwaan dan tanggungjawab. Maka dari itu manusia dianugerahi hak asasi dan dibebani kewajiban untuk menjamin keberadaan, harkat, martabat dan kemuliaan dirinya serta kehormatan lingkungan. Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia secara kodrati, universal dan langgeng sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa.Hak asasi manusia tidak bisa diintervensi oleh manusia di luar dirinya atau oleh kelompok dan lembaga manapun untuk meniadakannya. Hak asasi manusia pada hakikatnya telah ada sejak seorang manusia masih berada dalam kandungan ibunya hingga ia lahir, dan sepanjang hidupnya hingga pada suatu saat ia mati.
Hak asasi manusia pada dasarnya bersifat umum dan/atau universal, karena diyakini bahwa beberapa hak yang dimiliki oleh manusia tidak memandang suku bangsa, ras, warna kulit atau jenis kelamin. Dasar dari hak asasi manusia adalah manusia harus memiliki kesempatan untuk dapat berkembang sesuai dengan bakat dan cita-citanya. Hak asasi manusia juga bersifat supralegal yang artinya tidak bergantungan pada Negara, UndangUndang Dasar dan Pemerintah. Hak asasi manusia memiliki kewenangan yang paling tinggi karena berasal dari sumber yang paling tinggi yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
Beberapa prinsip dasar yang menjiwai hak-hak asasi manusia internasional dapat ditemukan di hampir semua perjanjian internasional tentang HAM yaitu
  1. Prinsip Kesetaraan yaitu ide yang meletakkan semua orang terlahir bebas dan memiliki kesetaraan dalam HAM
  2. Prinsip non-diskriminasi
Salah satu konsekuensi dari prinsip kesetaraan adalah pelanggaran terhadap diskriminasi, karena diskriminasi adalah kesenjangan perbedaan perlakuan dari perilaku yang seharusnya sama/setara
  1. Kewajiban positif untuk melindungi hak-hak tertentu
Pada prinsipnya di dalam hukum HAM internasional diakui bahwa negara tidak boleh secara sengaja mengabaikan hak-hak dari kebebasan-kebebasan warganya, sehingga diasumsikan bahwa negara memiliki kewajiban positif untuk melindungi secara aktif dan memastikan terpenuhinya hak-hak dan kebebasan-kesebasan tersebut.
Secara garis besar prinsip hak asasi manusia menurut Undang-Undang HAM ditetapkan pada prinsip hak asasi manusia dalam aspek kehidupan, yaitu:
  1. Hak untuk hidup: Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, meningkatkan taraf hidupnya, hidup tentram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin serta berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
  2. Hak untuk memperoleh keadilan: Setiap orang tanpa diskriminasi berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi, serta diadili melalu proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum. Adil dapat berarti menurut hukum dan apa yang sebanding atau apa yang menjadi semestinya. Maka dari itu keadilan sosial dapat terwujud apabila didalam masyarakat setiap orang memperoleh apa yang seharusnya menjadi haknya.
Pada dasarnya manusia memperoleh tiga hak dasar yang meliputi hak-hak individu, hak-hak sosial dan hak-hak budaya. Ketiga hak tersebut tidak dapat terpenuhi dan dilaksanakan secara seimbang untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur apabila salahsatu hak tidak terpenuhi. Hak atas pelayanan kesehatan sebagai hasil interelasi dari tiga hak tersebut.
Antara Hak Asasi Manusia dan Kesehatan terdapat hubungan yang saling mempengaruhi. Seringkali akibat dari pelanggaran HAM adalah gangguan terhadap kesehatan demikian pula sebaliknya pelanggaran terhadap hak atas kesehatan juga merupakan pelanggaran terhadap HAM.Hukum secara tidak langsung, memberikan perlindungan terhadap setiap hubungan hukum.
Hak atas kesehatan sebagai hak asasi manusia yang telah diakui dan diatur dalam berbagai instrumen internasional maupun nasional. Setiap gangguan, intervensi, atau ketidakadilan apapun bentuknya yang mengakibatkan ketidak-sehatan tubuh manusia, kejiwaan, lingkungan alam, lingkungan sosial, pengaturan dan hukumnya, serta ketidak-adilan dalam manajemen sosial yang diterima, merupakan sebagai bentuk pelanggaran hak kesehatan sebagai hak asasi manusia. Dalam Pasal 12 ayat (1) International Covenant on Economic, Sosial and Cultural Right (ICESCR) hak atas kesehatan dijelaskan sebagai “Hak setiap orang untuk menikmati standar tertinggi yang dapat dicapai atas kesehatan fisik dan mental”mencakup area pelayanan kesehatan.
Pelayanan kesehatan sebagai hak dasar setiap orang yang harus dijamin dan dipenuhi oleh pemerintah. Hak-hak dasar pada umumnya dan pelayanan kesehatan pada khusunya dapat dibedakan dalam hak-hak dasar individual dan hak-hak dasar sosial. Hak-hak dasar individual diarahkan pada kebebasan individu terhadap penguasa dan masyarakat. Sedangkan hak-hak dasar sosial bermaksud untuk memberikan kepada anggota-anggota masyarakat, ruang dan peluang untuk mengembangkan dan memekarkan diri. Hak-hak dasar individual dalam pelayanan kesehatan adalah hak menentukan nasib sendiri (the right of self determination), sedangkan hak dasar sosial dalam hukum kesehatan adalah hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan, karena pelayanan kesehatan sebagai sistem yang memberikan ruang dan peluang kepada setiap orang untuk berpartisipasi dalam kesempatankesempatan yang diberikan, disediakan atau ditawarkan.
Dalam Pasal 25 Universal Declaration of Human Right tercantum ketentuan-ketentuan yang menyangkut hak-hak atas pelayanan kesehatan sebagai berikut, “Setiap orang berhak atas suatu taraf hidup yang layak bagi kesehatan dan kesejahteraan diri dan keluarganya, termasuk didalamnya pangan, pakaian, papan, dan pelayanan kesehatan serta pelayanan sosial lainnya yang mutlak diperlukan.”
  
Dalam prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia dalam pelayanan kesehatan terkandung nilainilai moral antara lain:
  1. Respect for autonomy (respecting the decision-making capacities of autonomus persons);
  2. Nonmaleficence (avoiding the causation of harm);
  3. Beneficence (providing benefits and balancing benefits, burdens and risk);
  4. Justice (fairness in the distribution of benefits and risk).

C. PENGATURAN PERLINDUNGAN HAK PELAYANAN KESEHATAN BAGI ODGJ

Dalam membahas mengapa ODGJ perlu mendapatkan perlindungan, maka perlu dikemukakan terlebih dahulu pengertian tentang sakit jiwa atau sakit mental. O’Sullivan mengemukakan bahwa: “The words mental illness have taken the place of expressions such as unsoundness of mind and lunacy but the judges, who must provide definition where statutes fail, have not been to anxious to attempt to clarify "mental illness" Lebih lanjut dikemukakan pula bahwa: “There are, of course, many reasons why there should be immense difficulties in arriving at a satisfactory definition of mental illness. To begin with, in so-called functional mental illness there is often a lack of any apparent physical signs that can be objectively ascertained by the techniques of physical medicine. This has led to the argument that in fact there is no mental illness at all and that what so-called functionally mentally ill people suffer from are various problems in adjusting to their environment. Some critics of the medical control of mental illness indeed argue that what is termed mental illness by the general run of people is a quite valid alternative state.
Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa disebutkan bahwa:” Kesehatan Jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya” Selanjutnya pada Pasal 1 butir 3 disebutkan bahwa: “Orang Dengan Gangguan Jiwa yang selanjutnya disingkat ODGJ adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia.”. Undang-Undang Kesehatan jiwa mengatur tentang hak ODGJ pada Pasal 70 yang prinsipnya bahwa ODGJ dijamin haknya untuk mendapatkan perlindungan atas hak memperoleh pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya.
Menurut Satjipto Rahardjo, perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan oleh orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum. Hukum dapat difungsikan untuk mewujudkan perlindungan yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan juga prediktif dan antisipatif. Hukum dibutuhkan untuk mereka yang lemah dan belum kuat secara sosial, ekonomi, politik untuk memperoleh keadilan sosail.24
Perlindungan hukum dapat diartikan sebagai perlindungan oleh hukum atau perlindungan dengan menggunakan pranata dan sarana hukum. Hukum dalam memberikan perlindungan dapat melalui cara-cara tertentu, yaitu sebagai berikut: Membuat peraturan yang bertujuan untuk memberikan hak dan kewajiban, menjamin hak-hak para subyek hukum serta menegakan peraturan, melalui hukum administrasi negara, hukum pidana dan hukum perdata.
Indonesia merupakan negara hukum. Sebagai salah satu cirinya adalah perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia. Negara sebagai pemangku kebijakan memiliki kewajiban terhadap pemenuhan hak asasi manusia setiap warga negara, yaitu:27
  1. Kewajiban menghormati: Merupakan kewajiban negara untuk tidak turut campur mengatur warga negaranya ketika melaksanakan hak-haknya. Dalam hal ini, negara memiliki kewajiban untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang akan menghambat pemenuhan dari seluruh hak asasi warganya.
  2. Kewajiban melindungi:Merupakan kewajiban negara agar bertindak aktif untuk memberi jaminan perlindungan terhadap hak asasi warganya. Negara berkewajiban untuk mengambil tindakan-tindakan untuk mencegah pelanggaran semua hak asasi manusia oleh pihak ketiga.
  3. Kewajiban memenuhi:Merupakan kewajiban dan tanggung jawab negara untuk bertindak secara aktif agar semua hak-hak warga negaranya bisa terpenuhi. Negara memiliki kewajiban untuk mengambil langkah-langkah legislatif, administratif, hukum dan tindakan-tindakan lain untuk merealisasikan secara penuh hak asasi manusia.
Negara sebagai pemangku kewajiban hak asasi manusia harus mewujudkan pemenuhan hak asasi manusia terhadap semua warga negara tanpa terkecuali. Terwujudnya pemenuhan hak asasi manusia akan dapat menciptakan masyarakat yang adil dan sejahtera sehingga mengurangi segala bentuk permasalahan diskriminasi hak asasi manusia yang selama ini terjadi di Indonesia, termasuk bentuk pelanggaran yang dirasakan oleh kaum minoritas seperti ODGJ dalam hal akses terhadap hak pelayanan kesehatan. Pemerintah diharapkan harus melaksanakan perwujudan hak asasi manusia tersebut sesuai dengan amanat dan perintah peraturan perundang-undangan dengan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia.
Agar penyelenggaraan hak pelayanan kesehatan bagi ODGJ dapat terwujud dengan baik, salah satunya diperlukan instrumen hukum yang mengatur tentang sumber daya kesehatan. Sumber daya kesehatan yang dimaksud adalah tenaga kesehatan, perbekalan kesehatan, sediaan farmasi, fasilitas pelayanan kesehatan, dan sumber daya lainnya yang dimanfaatkan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan baik yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah maupun masyarakat. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dilakukan secara bertanggung jawab, aman, bermutu, serta merata dan nondiskriminatif. Pemerintah bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
Pengaturan perlindungan hak atas pelayanan kesehatan ODGJ dituangkan dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan bagi penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi ODGJ antara lain:
  1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). UUD 1945 dengan jelas mengatur adanya hak atas pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Dimana tujuannya adalah untuk memberikan jaminan pada setiap orang agar mendapatkan kehidupan yang baik dan sehat serta memperoleh pelayanan kesehatan yang ditujukan tanpa ada batasan kepada siapapun bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali termasuk bagi ODGJ.
Prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia yang terkandung dalam UUD’45, dapat diketemukan pada ketentuan berikut ini:
  1. Pasal 28 A : Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
  2. Pasal 28 B ayat (1) : Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
  3. Pasal 28 B ayat (2) : Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
  4. Pasal 28 H ayat (1) : Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
  5. Pasal 28 H ayat (3) : Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
  1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Undang-Undang
HAM pada intinya mengatur tentang perlindungan hak asasi manusia termasuk hak bagi ODGJ dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. Hak atas pelayanan kesehatan merupakan salah satu bentuk hak asasi manusia. Oleh karena itu hak pelayanan kesehatan sebagai hak yang melekat pada setiap orang tanpa terkecuali. ODGJ mempunyai hak yang sama sebagaimana masyarakat pada umumnya dalam memperoleh pelayanan kesehatan sebagai hak asasi ODGJ. Hak asasi manusia harus dihormati dan dilindungi oleh setiap orang termasuk hukum dan pemerintah.
Ketentuan tentang hak pelayanan kesehatan ODGJ dapatditafsirkandariPasal 42 Undang-Undang Hak Asasi Manusia. Dalam Pasal tersebut dijelaskan bahwa, “Setiap warga negara yang berusia lanjut, cacat fisik, dan/atau cacat mental berhak memperoleh perawatan.” Dari bunyi Pasal tersebut ODGJ termasuk sebagai orang yang mengalamicacat mental psiokotik. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia cacat mental psikotik adalah seseorang yang mengalami gangguan jiwa yang disebebkan oleh faktor organ, biologis maupun fungsional yang mengakibatkan perubahan dalam alam pikiran, alam perasaan dan perbuatan hingga masalah sosial tidak dapat mencari nafkah dan kesulitan dalam kegiatan bermasyarakat.
Sesuai penjelasan di atas maka ketentuan ini juga berlaku untuk ODGJ. ODGJ berhak untuk memperoleh perawatan. Perawatan yang dimaksud dalam Pasal tersebut merupakan perawatan di fasilitas kesehatan. Fasilitas kesehatan wajib menyelenggarakan perawatan kesehatan yang berorintasi pada seluruh masalah kesehatan salah satunya perawatan masalah kesehatan jiwa. Tujuannya agar ODGJ dapat pulih dan kembali ke masyarakat menjadi pribadi yang produktif dan berguna untuk kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat luas.SIREGAR, Rospita Adelina.(2013) mengatakan dokter menjadi seorang comunicator yang baik dituntut bekerja menjungjung tinggi profesionalisme, terbuka pada pasiennya dari segala informasi yang dibutuhkan oleh pasiennya, baik diminta maupun tidak
  1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Inti pengaturan dari Undang-Undang Kesehatan adalah hak hidup sehat bagi semua orang termasuk bagi ODGJ. Artinya bahwa ODGJ juga memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pelayanan kesehatan jiwa. Hak atas kesehatan yang dimaksud dalam ketentuan tersebut adalah hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Untuk itu Pemerintah bertanggung jawab dalam memenuhi hak atas pelayanan kesehatan tersebut melalui penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
Pengaturan mengenai perlindungan hak pelayanan kesehatan ODGJ diatur dalam beberapa Pasal. Di dalam Pasal 4 Undang-Undang Kesehatan. Dijelaskan bahwa, “Setiap orang berhak atas kesehatan.” Setiap orang yang disebutkan dalam Pasal ini berartiberlaku untuk seluruh masyarakat tanpa kecuali dalam hal apapun. kesehatan Artinya bahwa ODGJ juga memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pelayanan jiwa. Selanjutnya hak atas kesehatan yang dimaksud dalam ketentuan tersebut adalah hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Pelayanan kesehatan artinya meliputi seluruh jenis pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kesehatan jiwa dalam bentuk penyelenggaraan fasilitas kesehatan, upaya kesehatan, tenaga kesehatan, sarana dan prasarana serta perbekalan kesehatan.
Peraturan tentang hak pelayanan kesehatan dirumuskan juga di dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Kesehatan. Dalam ayat (1) dijelaskan bahwa, “Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya dibidang kesehatan.” Ketentuan ini mengatur bahwa setiap orang termasuk ODGJ mendapatkan
kesempatan yang sama untuk mengakses sumber daya dibidang kesehatan. Sumber daya bidang kesehatan yang dimaksud dalam Pasal tersebut adalah tenaga kesehatan yang mempunyai pengetahun dan keterampilan dibidang kesehatan, fasilitas kesehatan yang menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan secara paripurna (promotif, preventif, kuratif rehabilitatif), sarana dan prasarana kesehatan yang dapat membantu mencegah, mengurangi atau menyembuhkan masalah kesehatanserta perbekalan kesehatan sebagai sumber daya yang digunakan dalam menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan seperti obat-obatan.
Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa hak atas sumber daya bidang kesehatan ODGJ yaitu mendapatkan penanganan kesehatan jiwa oleh tenaga khusus kesehatan jiwa, mendapatkan pelayanan kesehatan jiwa yang tersedia diseluruh fasilitas kesehatan baik di fasilitas khusus kesehatan jiwa maupun fasilitas kesehatan umum lainnya, mendapatkan upaya pelayanan kesehatan jiwa (promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif) secara menyeluruh dan berkesinambungan serta memperoleh perbekalan kesehatan jiwa (obat-obatan psikofarma) yang memadai di fasilitas kesehatan.
Selanjutnya hak pelayanan kesehatan dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Kesehatan. Disebutkan bahwa, “Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau.”
Ketentuan tersebut dapat diartikan bahwa semua orang termasuk ODGJ berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan yang aman artinya setiap orang berhak memperoleh pelayanan berdasarkan prosedur pelayanan kesehatan yang berlaku.Pelayanan kesehatan yang bermutu memiliki makna setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang profesional dan sesuai standar.
Sedangkan pelayanan kesehatan yang terjangkau maksudnya adalah pelayanan kesehatan tersebut dapat dicapai baik dari segi penyediaan di fasilitas kesehatan dan dari segi pembiayaan yang dapat dijangkau oleh semua masyarakat. Dengan demikian ODGJ juga mempunyai hak memperoleh pelayanan kesehatan jiwa yang aman, bermutu dan terjangkau sesuai dengan ketentuan di atas.
  1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa. Inti pengaturan dari Undang-Undang Kesehatan Jiwa yaitu untuk menjamin setiap orang dapat mencapai kualitas hidup yang baik, menikmati kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari ketakutan, tekanan, dan gangguan lain yang dapat mengganggu Kesehatan Jiwa, menjamin setiap orang dapat mengembangkan potensi kecerdasan, memberikan pelindungan dan menjamin pelayanan Kesehatan Jiwa bagi ODGJ berdasarkan hak asasi manusia, memberikan pelayanan kesehatan secara terintegrasi, komprehensif, dan berkesinambungan melalui upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, menjamin ketersediaan dan keterjangkauan sumber daya dalam Upaya Kesehatan Jiwa, meningkatkan mutu Upaya Kesehatan Jiwa sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan memberikan kesempatan kepada ODGJ untuk dapat melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai Warga Negara Indonesia.
Penerapanprinsip-prinsip HAM dalampelayanan kesehatan bagi ODGJ secara khusus dapatdilihatdalam beberapaketentuan pada Undang-Undang Kesehatan Jiwa. Pada bagian penjelasan disebutkan, Undang-Undang Kesehatan Jiwa dimaksudkan untuk menjamin setiap orang agar dapat mencapai kualitas hidup yang baik melalui upaya pelayanan kesehatan jiwa secara terintegrasi, komprehensif, dan berkesinambungan.
Dalam bagian ketentuan umum Undang-Undang kesehatan jiwa dinyatakan bahwa upaya kesehatan jiwa adalah,
“Setiap kegiatan untuk mewujudkan derajat kesehatan jiwa yang optimal bagi setiapindividu, keluarga, dan masyarakat dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.”
 
Upaya kesehatan jiwa harus dipenuhi dan dijamin oleh pemerintah, sebagaimana yang tertuang didalam Pasal 33 Undang-Undang Kesehatan jiwa. Dijelaskan bahwa:
  1. Untuk melaksanakan upaya kesehatan jiwa, pemerintah membangun sistem pelayanan kesehatan jiwa yang berjenjang dan komprehensif;
  2. Sistem pelayanan kesehatan jiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a.Pelayanan Kesehatan Jiwa dasar; dan
b.Pelayanan Kesehatan Jiwa rujukan.
        Dalam Pasal 34 Undang-Undang Kesehatan jiwa. Dijelaskan bahwa:“PelayananKesehatan Jiwa dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf a merupakan pelayanan Kesehatan Jiwa yang diselenggarakan terintegrasi dalam pelayanan kesehatan umum di Puskesmas dan jejaring, klinik pratama, praktik dokter dengan kompetensi pelayanan Kesehatan Jiwa, rumah perawatan, serta fasilitas pelayanan di luar sektor kesehatan dan fasilitas rehabilitasi berbasis masyarakat.” Selanjutnya dalam Pasal 35 Undang-Undang Kesehatan jiwa.Disebutkan bahwa: “Pelayanan kesehatan jiwa rujukan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 33 ayat (2) hurufb terdiri atas pelayanan kesehatan jiwa di rumah sakit jiwa, pelayanan kesehatan jiwa yang terintegrasi dalam pelayanan kesehatan umumyang dilayani  dirumah sakit, klinik utama, dan praktik dokter spesialiskedokteran jiwa.”
Pelayanan kesehatan jiwa dapat dilaksanakan melalui tersedianya sumber daya dalam upaya pelayanan kesehatan jiwasebagaimana tertuang di dalam Pasal 36 UndangUndang Kesehatan Jiwa. Dijelaskan bahwa sumber daya dalam upaya kesehatan jiwa terdiri atas:
  1. Sumber daya manusia di bidang Kesehatan Jiwa;
  2. Fasilitas pelayanan di bidang Kesehatan Jiwa;
  3. Perbekalan Kesehatan Jiwa;
  4. Teknologi dan produk teknologi Kesehatan Jiwa; dan
  5. Pendanaan Kesehatan Jiwa.
Ketentuan lebih lanjut mengenai sumber daya manusia di bidang kesehatan jiwa tercantum didalam Pasal 37 ayat (1) dijelaskan bahwa sumber daya manusia di bidang kesehatan jiwa terdiri atas:
  1. Tenaga kesehatan dengan kompetensi di bidang Kesehatan Jiwa;
  2. Tenaga profesional lainnya; dan
  3. Tenaga lain yang terlatih di bidang Kesehatan Jiwa.
Hak atas fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud tertuang didalamPasal 48 Undang-Undang Kesehatan Jiwa yang meliputi,
  1. Puskesmas dan jejaring klinik pratama, dan praktik dokter dengan kompetensi pelayanan Kesehatan Jiwa;
  2. Rumah Sakit Umum;
  3. Rumah Sakit Jiwa; dan
  4. Rumah Perawatan.
Lebih lanjut fasilitas pelayanan kesehatan dijelaskan dalam Pasal 49 UndangUndang Kesehatan Jiwa:
  1. Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 wajib menyelenggarakan pelayanan Kesehatan Jiwa.
  2. Penyelenggaraan pelayanan Kesehatan Jiwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf b dilakukan di klinik Kesehatan Jiwa atau sebutan lainnya.
Di dalam Pasal 50 Undang-Undang Kesehatan Jiwa dijelaskan bahwa: “Fasilitas pelayanan kesehatan harus memiliki sumber dayamanusia di bidang kesehatan jiwa, perbekalan kesehatan jiwa serta mengikuti perkembangan teknologi dan produk teknologi kesehatan jiwa yang berbasis bukti.”
Kemudian hak atas perbekalan kesehatan jiwa yang dirumuskan dalam Pasal 61 Undang-Undang Kesehatan Jiwa yaitu, “Obat psikofarmaka dan alat kesehatan.”
Secara khusus di dalam Pasal 70 ayat (1) Undang-Undang Kesehatan Jiwa dijelaskan bahwa ODGJ berhak:
  1. Mendapatkan pelayanan kesehatan jiwa di fasilitas pelayanan kesehatan yang mudah dijangkau;
  2. Mendapatkan pelayanan kesehatan jiwa sesuai dengan standar pelayanan kesehatan jiwa;
  3. Mendapatkan jaminan atas ketersediaan obat psikofarmaka sesuai dengan kebutuhannya;
Didalam Pasal 77 Undang-Undang Kesehatan Jiwa disebutkan bahwa, “Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertugas dan bertanggung jawab menyediakan sarana dan prasarandalam penyelenggaraan upaya kesehatan jiwa.”Adapun sarana dan prasarana yang dimaksud dalam hal ini adalah fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan dan obatobatan. Hak atas pelayanan kesehatan ODGJ sebagai hak dasar yang harus dipenuhi oleh pemerintah tanpa diskirminasi. Pemerintah bertanggungjawab dalam menyediakan pelayanan kesehatan bagi ODGJ.
  1.  Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan. Standar pelayanan minimal bidang kesehatan sebagai ketentuan yang mengatur jenis dan mutu pelayanan bidang kesehatan dasar yang merupakan urusan pemerintahan wajib yang berhak diperoleh setiap warga. Peraturan ini berfungsi untuk memfasilitasi Pemerintah Daerah dalam melakukan pelayanan bidang kesehatan yang tepat bagi masyarakat. Pemerintah Daerah melalui Dinas Kesehatan bertangggungjawab melaksanakan pelayanan kesehatan sesuai dengan SPM Bidang Kesehatan yang telah ditetapkan. Salah satu SPM Bidang Kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah yaitu menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai standar bagi ODGJ melalui penyediaan fasilitas kesehatan, penyediaan tenaga khusus kesehatan jiwa serta penyediaan perbekalan kesehatan jiwa.
Pada Pasal 1 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan. Dijelaskan bahwa, “Standar pelayanan minimal bidang kesehatan yang selanjutnya disingkat SPM Bidang Kesehatan merupakan acuan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam penyediaan pelayanan kesehatan yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal.”Artinya bahwa peraturan ini berfungsi untuk memfasilitasi Pemerintah Daerah dalam melakukan pelayanan bidang kesehatan yang tepat bagi masyarakat. Pemerintah Daerah melalui Dinas Kesehatan harus melaksanakan pelayanan kesehatan sesuai dengan SPM Bidang Kesehatan yang telah ditetapkan.
Salah satu SPM Bidang Kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam peraturan ini adalah pelayanan kesehatan ODGJ. Hal ini diatur dalam Pasal 2 ayat (2) huruf j Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan. Disebutkan bahwa, “Setiap orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar.”
Selanjutnya SPM Bidang Kesehatan bagi ODGJ dijelaskan dalam bagian lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan. Adapun pelayanan kesehatan ODGJ sesuai standar yang dimaksud yaitu:
  1. ODGJ mendapatkan pelayanan kesehatan jiwa di fasilitas kesehatan secara paripurna. Artinya Rumah Sakit Jiwa, Rumah Sakit Umum dan Puskesmas harus menyelenggarakan pelayanan kesehatan jiwa bagi ODGJ yang meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif kesehatan jiwa.
  2. ODGJ mendapatkan pelayanan kesehatan jiwa oleh tenaga kesehatan dengan kompetensi dibidang kesehatan jiwa. Artinya pelayanan kesehatan ODGJ harus diberikan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kualifikasi dalam bidang kesehatan jiwa, seperti dokter jiwa, perawat jiwa diwilayah kerja masing-masing.
  3. ODGJ mendapatkan perbekalan kesehatan jiwa. Artinya ODGJ mendapatkan obatobatan psikofarma difasiltas kesehatan.
Berdasarkan ketentuan di atas diketahui bahwa perlindungan hak pelayanan kesehatan ODGJ telah diatur dalam peraturan tersebut. Hak pelayanan kesehatan yang dimaksud adalah mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan, mendapatkan upaya pelayanan kesehatan jiwa yang diberikan secara menyeluruh dan berkesinambungan, mendapatkan penanganan dari tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi dalam bidang kesehatan jiwa dan mendapatkan perbekalan kesehatan jiwa. Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Kesehatan wajib melaksanakan pelayanan kesehatan jiwa ODGJ sesuai dengan SPM Bidang Kesehatan Jiwa tersebut.

D. KESIMPULAN
  1. Prinsip-prinsip HAM dalam pelayanan kesehatan, merupakan landasan bagi pengaturan hukum dalam pelayanan kesehatan. Prinsip HAM secara umum yang berlaku dihampir setiap perjanjian internasional antara lain: prinsip kesetaraan, prinsip non-diskriminasi dan kewajiban untuk melindungi hak tertentu. Secara garis besar prinsip hak asasi manusia menurut Undang-Undang HAM ditetapkan pada prinsip hak asasi manusia dalam aspek kehidupan, yaitu: Hak untuk hidup dan hak untuk memperoleh keadilan. Prinsip-prinsip HAM ini menjadi landasan dalam pelayanan kesehatan untuk mewujudkan hak atas kesehatan. Dalam prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia dalam pelayanan kesehatan terkandung nilai-nilai moral antara lain: Respect for autonomy, Nonmaleficence, Beneficence dan Justice.
  2. ODGJ memiliki hak atas pelayanan kesehatan yang bersumber dari HAM, sama dengan orang lain pada umumnya. Melalui pengaturan tentang pelayanan kesehatan bagi ODGJ, Pemerintah bermaksud memberikan perlindungan terhadap hak pelayanan kesehatan ODGJ. Pengaturan dilakukan melalui pengundangan beberapa peraturan perundangundangan. Perundang-undangan dimaksud meliputi UUD 1945, Undang-Undang HAM, Undang-Undang Kesehatan, Undang-Undang Kesehatan Jiwa, serta melalui Peraturan Menteri Kesetan tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan. Ketentuan tersebut menjadi dasar hukum bagi pengaturan hak pelayanan kesehatan ODGJ. Adapun pengaturan perlindungan hak pelayanan kesehatan bagi ODGJ antara lain, memiliki tujuan untuk melaksanakan amanat Undang-Undang Dasar 1945, serta sebagai acuan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam penyediaan pelayanan kesehatan yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk menjamin setiap warga memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Salah satu pelayanan kesehatan yang wajib diselenggarakan yaitu pelayanan kesehatan jiwa bagi ODGJ.
.
DAFTAR REFERENSI
[4] Nasution, Bahder Johan, 2011, Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia, Bandung: Mandar Maju, hal. 129
[5] Tengker, Fredy, 2007, Hak Pasien, Bandung: Mandar Maju
[6] rusdi, Maslim, 2013, Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas PPDGJ-III Dan DSM-5, Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FKUnika Atmajaya
[7] Balitbang Kesehatan, 2013, Laporan Riset Kesehatan Dasar, Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesi
[8] https://elshinta.com(Senin, 03 September 2018 - 12:00), Southeast Asia Mental Health Forum 2018 bahas kesehatan jiwa dan akses penanganannya.
[9] Adi Prasetyo, Yosep, 2009, Mewujudkan Pemenuhan HAM ODMK, Jurnal HAM Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Vol. 6, No. 26
[10] Rahardjo, Satjipto,  2000, Ilmu Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti
[11]  Notoatmodjo, Soekidjo, 2010, Etika & Hukum Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta hal. 25
[12] Rahayu, 2010, Hukum Hak Asasi Manusia (HAM), Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro. hal 2-3
[13] Herlambang, Susatyo, 2011, Etika Profesi Tenaga Kesehatan, Gosyen Publishing: Yogyakarta, hal.43
[14] Yustina, Endang Wahyati, 2018, Withdrawing Life Supports Therapy in Human Rights Perspective, ISSN: 2517-9616, dapat diakses melalui: https://tafpublications.com/gip_content/paper/jahms-4.2.1.pdf, hal. 34
[15] Nasution, Bahder Johan, op.cit, hal. 188-190.
[16] Ibid,.
[17]  Adi Prasetyo, Yosep, op.cit., hal. 34
[18]  Tilaar,,H.A.R., 2001, Dimensi-Dimensi Hak Asasi Manusia Dalam Kurikulum Persekolahan Indonesia, Bandung: PT. Alumni, hal 11-13
[19] ibid ,.
[20] Widanti, Agnes,  2005, Hukum Berkeadilan Jender Aksi-Interaksi Kelompok Buruh Perempuan Dalam Perubahan Sosial, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, hal. 6-7
[21] Afandi, Dedi, “Hak  Atas Kesehatan Dalam Perspektif HAM”, Jurnal Ilmu Kedokteran,  Maret 2008, Jilid 2 Nomor 1, ISSN 1978-662X hal. 3
[22] Rahrdjo, Satjipto, op.cit hal. 53
[23] Riyadi, Machli dan Lidida Widia, 2017, Etika Dan Hukum Kebidanan, Yogyakarta: Nuha Medika, hal. 112-116
[24] Tengker, Fredy, op.cit., hal. 17
[25] Ibid, hal. 18
[26] den Exter,A (ed), 2010, Human Rights and Biomedicine, Antwerpen,Apeldorn,Portland: Maklu, hal. 52
[27] O’Sullivan, John, 1981, Mental Health and The Law, Sidney, The Law Book Company Ltd, hal.1
[28] Ibid hal 2
[29] Triwulan, Titik dan Shinta Febrina, 2010, Perlindungan Hukum bagi Pasien, Jakarta: Prestasi Pustaka, hal.7
[30] Nasution, Bahder Johan op.cit,. hal.10
[31] Notoatmodjo, Soekidjo, 2010, Etika & Hukum Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta hal.50-63
[32] SIREGAR, Rospita Adelina. Effective Communication Between Doctor and Patient Will Prevent Medical Dispute, 2013
 
PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Dasar Tahun Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan

Post Terkait

PENGGUNAAN PROPOELIX™ UNTUK MENINGKATKAN IMUNITAS TUBUH PADA SUBJEK PENELITIAN YANG SEHAT

Tanggal Publikasi: 10 Sep 2021 02:09 | 11954 View

pemberian ekstrak propolis terjadi perubahan bermakna terhadap peningkatan kondisi klinis menjadi lebih baik dan pengukuran CD4, CD8 dan Sel NK pada subjek penelitian setelah mengkonsumsi Propoelix selama 30 hari dimana…

Selengkapnya

Perbandingan Dua Tabung Sitrat Pada Pemeriksaan Faal Hemostasis

Tanggal Publikasi: 09 Jul 2020 16:18 | 12861 View

Pemeriksaan faal hemostasis (FH) memegang peranan penting dalam tatalaksana kelainan koagulasi. Hasil pemeriksaan FH dapat dipengaruhi oleh banyak faktor muali dari preanalitik, analitik, dan pos analitik, Fase preanalitik melibatkan persiapan…

Selengkapnya

Hubungan Antara Sindroma Metabolik, Obesitas dan Analisis Faktor Risiko terhadap Kejadian Bromhidrosis

Tanggal Publikasi: 30 Aug 2018 14:44 | 5223 View

Pendahuluan: Bromhidrosis merupakan kombinasi dari hiperhidrosis dan osmidrosis. Hiperhidrosis adalah suatu kondisi produksi keringat berlebih yang berasal dari kelenjar ekrin, sedangkan osmidrosis ditandai secara khas dengan adanya bau mengganggu berasal…

Selengkapnya

Diagnostik Reference Level (DRL) pada Pemeriksaan Radiologi Torax Pediatri di RSUP Dr. Saiful Anwar Malang

Tanggal Publikasi: 30 Aug 2018 14:36 | 4032 View

Latar belakang: Pasien pediatri memiliki potensi resiko efek radiasi sinar-x yang lebih besar dibandingkan dengan pasien dewasa. UNSCEAR melaporkan ada 23 tipe kanker yang berbeda ditemukan pada pasien pediatri. Lebih…

Selengkapnya

Efek Toksik Ekstrak Ethanol Purwoceng (Pimpinella puratjan molk) Terhadap Ginjal Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan yang Diinduksi Stres Model Paradoxycal Sleep Deprivation Sutrisno, Vitasari Indriani, Ika Murti Harini

Tanggal Publikasi: 24 Jul 2017 00:00 | 5779 View

ABSTRAK Latar Belakang: Melakukan identifikasi tingkat toksisitas pemberian purwoceng terhadap ginjal hewan coba yang dinilai berdasarkan toksisitasnya terhadap ginjal. Tujuan: Mengetahui perbedaan gambaran histopatologi ginjal antara tikus putih (Rattus norvegicus)…

Selengkapnya