Evidence Based Medicine dan Kedokteran Modern
Tanggal : 30 Sep 2018 08:17 Wib
Dosen FK Universitas Lambung Mangkurat dan Dokter RSUD Ulin Banjarmasin
Pada beberapa dekade terakhir ini berkembang paradigma baru yang disebut Evidence Based Medicine (EBM), yang banyak dianut oleh para klinisi, ahli kesehatan masyarakat, perencana dan manajer kesehatan. Berdasarkan perkembangannya, harus diakui EBM itu adalah personalized medicine, salah satu bentuk “good medical practice” yang dapat diterima, suatu bentuk pelayanan yang diingin kan oleh setiap penderita dan harus dilaksanakan oleh setiap dokter. Ini karena tiap kali seorang dokter mengelola seorang penderita, tujuann ya tidak lain untuk menghilangkan penyakit atau paling sedikit mengurangi keluhannya di samping harus pula di perhati kan kepuasan, kenyamanan, harapan dan rasa optimisme penderita.
Kedokteran Klinik ini makin berkembang sampai saat sekarang, yang dikenal dengan istilah Kedokteran Modern. Perkembangannya, tidak terlepas dari adanya bukti‐bukti atau evidence baru sebagai hasil dari penelitian klinik penting dalam perannya menjadikan dokter spesialis yang beretika dan profesional. Sebab dalam Kedokteran Klinik telah mencakup 3 hal: Wawasannya bertujuan untuk memberi pelayanan kesehatan terbaik kepada penderita, baik dilihat dari segi fisik, mental maupun sosial. Kebijakannya, berupa arahan atau rambu‐rambu sehingga tujuan pelayanan tersebut dapat tercapai, yang dalam kesehari‐hariannya disebut protap, Sedangkan Kompetensinya berupa keterampilan klinik yang harus dikuasainya sesuai dengan standar profesi yang berlaku. Seperti lazimnya semua ilmu, agar ilmu bisa bermanfaat, harus terdiri dari tiga bagian besar, yaitu Wawasan, Kebijakan dan Kompetensi. Dalam wawasan, kita berbicara tentang pengertian, tujuan, ruang lingkup dan garapan, serta kegunaannya bagi umat manusia. Dengan perkataan lain, dalam wawasan kita berbicara tentang teori keilmuan, misalnya, ilmu kedokteran itu apa? Dan agar ilmu tersebut bisa bermanfaat, terutama bagi manusia, harus diwujudkan dalam bentuk keterampilan atau kompetensi. Contoh agar seorang calon dokter bisa memanfaatkan ilmu kebidanan, mereka harus mempunyai keterampilan memeriksa ibu hamil, menolong ibu bersalin dan merawat ibu dan bayi pada masa nifas dengan baik. Tetapi wawasan dan kompetensi saja tidak cukup, masih diperlukan arahan atau rambu‐rambu berupa suatu kebijakan atau program. Dengan demikian penggunaan ilmu dan keterampilan itu benar‐benar berguna bagi penderita , tentu dengan efek samping yang seminimal mungkin.
Dalam dunia kedokteran klinik, yang disebut kebijakan itu, dibuat oleh para klinisi dan dikenal dengan istilah Protokol Tetap Pengelolaan Penyakit. Dikalangan mahasiswa kedokteran dan calon dokter spesialis, istilah ini lebih dikenal dengan nama Protokol Tetap atau Protap. Didalam protap tersebut, sudah tercantum cara membuat diagnosa, penawaran beberapa alternatif terapi, yang pada gilirannya akan memberikan berbagai prognosis.
Dengan demikian, kita dapat membayangkan betapa pentingnya protap suatu penyakit bagi calon dokter. Oleh karena itu, para pakar yang membuat protap, harus terdiri dari orang‐orang yang berpengetahuan tinggi, berpengalaman luas dan berdedikasi serta penuh rasa tanggung jawab. Ini terlihat ketika para calon dokter mempresentasikan dan membahas suatu kasus, untuk mempertahankan argumentasi bahwa mereka telah bertindak benar‐sering mengatakan bahwa penderita ini telah dikelola sesuai dengan protap yang berlaku, tetapi hasilnya tidak sesuai dengan yang diinginkan, bahkan ada yang meninggal juga. Lalu mengapa protap yang sudah disepakati itu tidak selalu bisa menjamin keberhasilan pengobatan? Jawabannya, karena waktu kita diharuskan belajar ilmu dan menguasai protap, kita bicara dalam pengertian penyakit. Sesuatu yang tidak berjiwa dan tidak berperasaan. Sedangkan pad a saat kita melayani penderita, yang kita hadapi adalah manusia yang sakit, yang berjiwa, berperasaan dan berkemauan. Disamping mempunyai penyakit, penderita itu mempunyai masalah lain, seperti sosial ekonomi budaya, yang berpengaruh terhadap penampilan dan perjalanan penyakit, serta keberhasilan pengobatan, Untuk itu seorang dokter yang menggunakan ilmu dan protap untuk penyakit tertentu tanpa memperhatikan manusianya, kurang menunjukkan sikap profesionalnya.
Seperti yang dikatakan Hans Martin Sass, seorang profesor etik bahwa penyakit itu terjadi karena adanya gangguan dalam keseimbangan. Tugas dokter adalah untuk mengembalikan keseimbangan tersebut, memerangi disharmoni dan ketidakseimbangan, menerima serta menyadari keterbatasan kemampuan (ekspertis) kedokteran sebagai keterbatasan alamiah dalam memanipulasi manusia. Menurut pendapatnya, praktek kedokteran dari dahulu sampai sekarang, selalu dipandu oleh prinsipprinsip etika. Kesimpulannya, ekspertis tanpa etika, tidak akan membahagiakan penderita, sedangkan etika tanpa ekspertis, tidak akan efektif dan harus disadari bahwa ekspertis kita itu mempunyai keterbatasan.
Post Terkait
Mungkinkah Mengulur Umur?
Sudah jamak bila manusia terus mencari cara bagaimana umur bisa terus lebih terulur panjang. Dunia medispun tidak berhenti mencari. Makin tahun makin terungkap rahasia membuat tubuh lebih bertahan hidup dibanding…
SelengkapnyaPeremajaan Miss V dan Ginekologi Estetika
Harus diakui gencarnya perkembangan teknologi informasi dan komun ikasi turut menyumbang gambaran ideal tentang kecantikan. Tak terkecuali dengan penampilan organ intim wanita ini. Tren kecantikan terus berkembang seiring waktu .…
SelengkapnyaKeluarga Berencana dan Kualitas Penduduk
Harus diakui kesuksesan Keluarga Berencana (KB) era Orde Baru adalah suatu prestasi. Mampukah pada Era Refor masi ini pemerintah mengerem laju pertambahan pendudu k? Saat ini laju pertumbuhan penduduk kita…
SelengkapnyaGaya Hidup dan Ancaman Kanker
Harus diakui untuk mengubah gaya hidup tak segampang menulisnya. Kalau dari kecil lidah anak terbiasa mengecap cita rasa gurihnya daging bakar atau steak, tak mudah membujuknya jadi suka menu nenek.
SelengkapnyaDefisit BPJS, Rumah Sakit, dan Farmasi
Seperti diketahui permasalahan keuangan BPJS Kesehatan terjadi dari tahun ke tahun belum mampu menemukan solusi jitu. Setiap tahun selalu mengalami defisit dan semakin besar. Pada 2014 defisit sebesar Rp3,8 triliun.…
SelengkapnyaDari Redaksi
Kolom
Artikel
PENGGUNAAN PROPOELIX™ UNTUK MENINGKATKAN IMUNITAS TUBUH PADA SUBJEK PENELITIAN YANG SEHAT
10 Sep 2021 02:09 Artikel Penelitian
Prinsip-Prinsip Hak Asasi Manusia Dalam Pelayanan Kesehatan Dan Perlindungan Hak Kesehatan Bagi Orang Dengan Gangguan Jiwa
09 Jul 2020 16:27 Artikel Penelitian
Perbandingan Dua Tabung Sitrat Pada Pemeriksaan Faal Hemostasis
09 Jul 2020 16:18 Artikel Penelitian
Tata Laksana Koinfeksi HIV dan Hepatitis C : Fokus Pada Direct Acting Antiviral (DAA)
09 Jul 2020 15:57 Tinjauan Pustaka
Retensio Urine Post Partum
09 Jul 2020 13:41 Tinjauan Pustaka
Perbandingan Dua Tabung Sitrat Pada Pemeriksaan Faal Hemostasis
09 Jul 2020 16:18 Artikel Penelitian
PENGGUNAAN PROPOELIX™ UNTUK MENINGKATKAN IMUNITAS TUBUH PADA SUBJEK PENELITIAN YANG SEHAT
10 Sep 2021 02:09 Artikel Penelitian
Prinsip-Prinsip Hak Asasi Manusia Dalam Pelayanan Kesehatan Dan Perlindungan Hak Kesehatan Bagi Orang Dengan Gangguan Jiwa
09 Jul 2020 16:27 Artikel Penelitian
Kegiatan
FIK UI Rancang Strategi untuk Memutus Rantai Infeksi pada Anak Sekolah
10 Jul 2020 10:16 Kegiatan
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia (FFUI) meresmikan Empat Ruang Pendukung Pendidikan Akademik
10 Jul 2020 10:06 Kegiatan
Fakultas Farmasi UI Resmikan Laboratorium dan Ruang Apotek Simulasi
10 Jul 2020 10:00 Kegiatan
Deteksi Dini Saraf Penciuman, Cegah Kerusakan Otak !
02 Sep 2019 09:43 Kegiatan