Defisit BPJS, Rumah Sakit, dan Farmasi
Tanggal : 13 Jun 2019 10:25 Wib
Dosen FK Universitas Lambung Mangkurat dan Dokter RSUD Ulin Banjarmasin
Seperti diketahui permasalahan keuangan BPJS Kesehatan terjadi dari tahun ke tahun belum mampu menemukan solusi jitu. Setiap tahun selalu mengalami defisit dan semakin besar. Pada 2014 defisit sebesar Rp3,8 triliun. Pada 2015 naik menjadi Rp5,9 triliun. Kemudian pada 2016 membengkak menjadi Rp9 triliun. Pada 2017 kembali naik menjadi 9,75 triliun dan pada 2018 melonjak menjadi Rp16,5 triliun. Banyak pihak menilai kondisi tersebut disebabkan tingginya klaim kesehatan peserta, sementara premi peserta tidak sebanding. Berbagai upaya untuk mengatasi situasi gawat darurat ini terus diupayakan. Pemerintahpun terpaksa harus memberikan suntikan dana untuk memastikan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) berjalan terus. Namun, semua itu solusi emergency yang hanya bersifat jangka pendek.
Celakanya kondisi defisit anggaran ini sudah sejak lama dirasa kan, salah satunya oleh pihak RS sebagai penyedia layanan kesehatan. BPJS Kesehatan harus menunggak membayar tagihan ke RS akibat arus kas yang tidak sehat. Semen taralayanan kesehatan harus terus diberikan oleh RS. Berkompromi dengan mengurangi tindakan medis yang sudah sesuai dengan tata laksana penanganan tidak mungkin dilakukan. Menutup sebagian jenis layanan kesehatan yang ditanggung pun bukan pilihan tepat karena Indonesia masih dalam posisi buruk pada Indeks Kesehatan Global 2017. Posisi Indonesia berada di pering kat 101 dari 149 negara.
Tak hanya RS, pengaruh defisit anggaran BPJS Kesehatan mjuga mendera kalangan farmasi yang menjadi rekanan penyedi a layanan kesehatan. Awal tahun ini Gabungan Pengusaha (GP) Farmasi mengeluhkan tunggakan BPJS Kesehatan keperu sahaan farmasi. Tunggakan ini dikhawatirkan mengganggu pertumbuhan industri farmasi di Indonesia. Defisit keuangan BPJS Kesehatan ini apabila terjadi terus menerus akan berdampak besar pada perkembangan pelayanan medik di Indonesia. Di antaranya turunnya kualitas layanan kesehatan (substandart), baik dari aspek tenaga kesehatan atau sumber daya manusia, sistem manajemen fasilitas kesehatan, dukungan peralatan kesehatan, maupun penyediaan obat‐obatan atau farmasi.
Dampak buruknya adalah semakin turunnya kualitasn pelayanan kesehatan di Indonesia. Layanan BPJS Kesehatann melibatkan pihak pemberi layanan dan penerima layanan ndalam jumlah sangat besar. Data sampai dengan Februari 2019n menunjukkan jumlah peserta mencapai 217.549.455 jiwa ndenga n dukungan 27.182 fasilitas kesehatan. Jumlah ini akan terus bertambah dan meningkatkan beban pengelolaan yang semakin kompleks. RS, tenaga medis, perusahaan farmasi, dan penyedia alat kesehatan merupakan pemegang peran penting yang terdampak dengan situasi keuangan BPJS Kesehatan. RS yang harus menjaga relasi dengan berbagai pihak tersebut. Kewajibannya membayar jasa dokter dan tenaga medis lainnya, membayar kebutuhan obat‐obatan atau farmasi, sampai dengan kebutuhan membayar penyediaan alat kesehatan.
Ketersendatan arus kas menuntut RS akan menentukan prioritas pembayaran pada pihak ketiga. Dalam situasi ini, pembayaran yang akan diprioritaskan tentu pada pos belanja internal, seperti gaji karyawan, jasa dokter, tenaga outsourcing kebersihan, dan katering. Sementara bagi pos pengeluaran yang melibatkan entitas bisnis seperti farmasi akan di tunda. Tunggakan pembayaran tagihan dalam jumlah besar menjadi kendala bagi RS untuk memberikan pelayanan dengan baik, bahkan upaya pengembangan layanan atau inovasi juga bisa terkendala.
Permasalahan ini sudah berulang selama bertahun‐tahun semestinya peta sebab dan alternatif solusinya sudah di kanton g pengambil kebijakan terkait. Jelas disini dibutuhkan juga komitmen politik untuk mendorong perbaikan kebijakan imple mentasi JKN. Jika tidak ada perubahan kebijakan, persoala n ini akan terus berlangsung. Sejumlah skema bisa dijalan kan untuk menekan membengkaknya biaya yang ditang gung BPJS Kesehatan. Misalnya menaikkan iuran bisa menjadi pilihan atau membuka kemungkinan menaikkan premi bagi peserta yang ingin mendapatkan layanan lebih. Alternatif lain membuka sistem co‐provider, baik melalui asuran si lain atau tambahan dana pribadi untuk menanggung
biaya kesehatan agar tindakan dan pengobatan lebih optimal. Fokus solusinya pada proporsionalitas antara beban layanan yang diberikan dengan iuran yang seimbang.
Untuk itu pemerintah harus serius dan mengambil peran utama dalam melakukan evaluasi sistem pengelolaan JKN. Pemberian jaminan kesehatan bagi masyarakat tentunya harus diselaraskan dengan perlindungan pemerintah terhadap RS dan industri farmasi sebagai pelaku utama dalam menyukseskan program nasional ini. Upaya menyeimbangkan pemenuhan hak pada pemberi dan penerima layanan harus terus diusahakan. Ini penting untuk melindungi kepentingan masing‐masing pihak sehingga akan tercapai pelaksanaan layanan JKN bagi masyarakat dengan dukungan sistem pemberi layanan yang baik . Semoga.
Post Terkait
Mungkinkah Mengulur Umur?
Sudah jamak bila manusia terus mencari cara bagaimana umur bisa terus lebih terulur panjang. Dunia medispun tidak berhenti mencari. Makin tahun makin terungkap rahasia membuat tubuh lebih bertahan hidup dibanding…
SelengkapnyaPeremajaan Miss V dan Ginekologi Estetika
Harus diakui gencarnya perkembangan teknologi informasi dan komun ikasi turut menyumbang gambaran ideal tentang kecantikan. Tak terkecuali dengan penampilan organ intim wanita ini. Tren kecantikan terus berkembang seiring waktu .…
SelengkapnyaKeluarga Berencana dan Kualitas Penduduk
Harus diakui kesuksesan Keluarga Berencana (KB) era Orde Baru adalah suatu prestasi. Mampukah pada Era Refor masi ini pemerintah mengerem laju pertambahan pendudu k? Saat ini laju pertumbuhan penduduk kita…
SelengkapnyaGaya Hidup dan Ancaman Kanker
Harus diakui untuk mengubah gaya hidup tak segampang menulisnya. Kalau dari kecil lidah anak terbiasa mengecap cita rasa gurihnya daging bakar atau steak, tak mudah membujuknya jadi suka menu nenek.
SelengkapnyaSaatnya Regulasi Layanan e-Kesehatan
Tidak diragukan lagi, saat ini sektor kesehatan mulai memasuki era disrupsi. Pasien kini dapat berkonsultasi dengan dokter melalui berbagai aplikasi seluler. Layanan perawatan di rumah, pemeriksaan laboratorium maupun pemesanan obat,…
SelengkapnyaDari Redaksi
Kolom
Artikel
PENGGUNAAN PROPOELIX™ UNTUK MENINGKATKAN IMUNITAS TUBUH PADA SUBJEK PENELITIAN YANG SEHAT
10 Sep 2021 02:09 Artikel Penelitian
Prinsip-Prinsip Hak Asasi Manusia Dalam Pelayanan Kesehatan Dan Perlindungan Hak Kesehatan Bagi Orang Dengan Gangguan Jiwa
09 Jul 2020 16:27 Artikel Penelitian
Perbandingan Dua Tabung Sitrat Pada Pemeriksaan Faal Hemostasis
09 Jul 2020 16:18 Artikel Penelitian
Tata Laksana Koinfeksi HIV dan Hepatitis C : Fokus Pada Direct Acting Antiviral (DAA)
09 Jul 2020 15:57 Tinjauan Pustaka
Retensio Urine Post Partum
09 Jul 2020 13:41 Tinjauan Pustaka
Perbandingan Dua Tabung Sitrat Pada Pemeriksaan Faal Hemostasis
09 Jul 2020 16:18 Artikel Penelitian
PENGGUNAAN PROPOELIX™ UNTUK MENINGKATKAN IMUNITAS TUBUH PADA SUBJEK PENELITIAN YANG SEHAT
10 Sep 2021 02:09 Artikel Penelitian
Prinsip-Prinsip Hak Asasi Manusia Dalam Pelayanan Kesehatan Dan Perlindungan Hak Kesehatan Bagi Orang Dengan Gangguan Jiwa
09 Jul 2020 16:27 Artikel Penelitian
Kegiatan
FIK UI Rancang Strategi untuk Memutus Rantai Infeksi pada Anak Sekolah
10 Jul 2020 10:16 Kegiatan
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia (FFUI) meresmikan Empat Ruang Pendukung Pendidikan Akademik
10 Jul 2020 10:06 Kegiatan
Fakultas Farmasi UI Resmikan Laboratorium dan Ruang Apotek Simulasi
10 Jul 2020 10:00 Kegiatan
Deteksi Dini Saraf Penciuman, Cegah Kerusakan Otak !
02 Sep 2019 09:43 Kegiatan