Saatnya Regulasi Layanan e-Kesehatan
Tanggal : 08 May 2019 09:30 Wib
Dosen FK Universitas Lambung Mangkurat dan Dokter RSUD Ulin Banjarmasin
Beberapa rumah sakit telah menerapkan sistem pendukung keputusan elektronik yang terpadu dalam suatu rekam medis elektronik untuk membantu dokter dalam membuat keputusan terapi secara lebih tepat sesuai dengan pedoman klinis melalui peresepan elektronik. Namun, belum lama ini kejadian efek samping pengguna layanan telekonsultasi kesehatan berbasis daring setelah minum obat yang direkomendasikan melalui aplikasi seluler tersebut sempat beredar di media sosial. Muncul pertanyaan sejauh mana regulator kesehatan mempersiapkan ekosistem industri 4.0 untuk melindungi konsumen kesehatan?
Hal yang sempat diberitakan adalah rencana Kementerian Perindustrian untuk pengukuran kesiapan penerapan industri 4.0 bagi pelaku industri. Namun, menyiapkan pelaku industri saja, tanpa regulasi, berpotensi mengganggu ekosistem. Kejadian demo transportasi daring mungkin tidak akan menginspirasi fasilitas kesehatan mendemo layanan aplikasi seluler kesehatan. Lebih dari itu tanpa regulasi, publik akan mempertanyakan ketidakhadiran negara dalam melindungi konsumen maupun pelaku layanan e‐Kesehatan. Tanpa regulasi, investor juga enggan terjun ke bisnis digital kesehatan. Padahal dengan masih tidak meratanya penyebaran tenaga dan fasilitas kesehatan, layanan ini berpotensi dapat mengikis ketidakadilan akses tersebut.Pelaku bisnis e‐Kesehatan memang diharuskan tercatat sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) di Kementerian Komunikasi dan Informatika. Bagaimanapun secara teknis harus ada standar, pembinaan, dan pengawasan dari regulator kesehatan. Saat ini saja masyarakat bisa membeli obat aborsi di lapak e‐Dagang. Demikian juga obat yang seharusnya hanya bisa dibeli berdasarkan resep dokter tersedia di situs e-Dagang ataupun direkomendasikan oleh layanan aplikasi seluler kesehatan.
Untuk itu pengawasan yang terus‐menerus semestinya dilakukan selain program edukasi berkelanjutan untuk melindungi masyarakat. Konsumen yang menggunakan layanan konsultasi kesehatan juga memerlukan jaminan bahwa mereka berkonsultasi dengan dokter berlisensi dan memiliki izin praktik. Demikian juga dokter dan tenaga kesehatan yang bekerja di layanan e‐Kesehatan memerlukan pengakuan profesional. Hal lebih kompleks lagi, bagaimana jika respons terhadap konsultasi kesehatan melalui layanan daring ditanganim mesin kecerdasan buatan, bukan tenaga kesehatan profesional? Adakah standar dan jaminan mutu bahwa solusi dari kecerdasan buatan akan bebas dari kesalahan dan tidak berdampak negatif terhadap keselamatan pasien?
Kompleksitas tersebut mungkin menjadi alasan lamban dan ragunya pemerintah dalam membuat regulasi e‐kesehatan. Sebenarnya Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46/2017 tentang Strategi e‐Kesehatan Nasional. Layanan telemedicine bahkan disebutkan secara eksplisit pada pasal 65 dalam Peraturan Presiden No 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan. BPJS Kesehatan bisa memanfaatkan telemedicine sebagai kompensasi atau pemenuhan pelayanan pada daerah yang belum tersedia fasilitas kesehatan. Namun, aspek yang lebih teknis dan terinci belum tersedia. Ini mencakup keandalan model bisnis, standar layanan, alur kerja, keselamatan pasien, perlindungan data, jaminan mutu, pembinaan dan pengawasan aplikasi e‐Kesehatan.
Oleh karena itu, pendekatan baru diperlukan untuk mempercepat regulasi e‐Kesehatan. Pendekatan lama dalam merumuskan regulasi kesehatan sudah tidak memadai lagi untuk mengikuti lincahnya pergerakan inovasi e‐Kesehatan yang disruptif. Dalam pendeka tan lama, regulator biasanya akan menyusun naskah akademik, menyelenggarakan diskusi melibatkan ahli, konsumen dan pihak terkait lainnya, penyusunan naskah regulasi baru, serta kemudian mengesahkannya. Kelemahannya adalah terputusnya koneksi antara kenyataan teknis dalam implementasi terinci dengan muatan naskah regulasi. Selain itu, produk regulasi model lama sering kali tidak mampu mengejar cepatnya teknologi yang menghasilkan produk dan model bisnis baru. Pendekatan baru yang diusulkan adalah memberi kesempatan regulator dan pelaku pasar untuk mengeksplorasi bersama‐sama model bisnis industri inovatif, mengana lisis risiko terhadap konsumen dan sekaligus menyusun muatan regulasinya. Dalam hal ini ada pengawasan regulator dan perusa haan tetap bisa memberikan layanan kepada konsumen.
Saat ini Kementerian Kesehatan memiliki rancangan Peraturan Menteri Kesehatan Telemedicine yang disusun berdasarkan pengalaman uji coba aplikasi Telemedicine Indonesia (Temenin) untuk layanan teleradiologi, tele‐EKG, dan tele-USG antar fasilitas kesehatan. Di sisi lain, beragam aplikasi kesehatan dari sejumlah perusahaan memiliki model bisnis, standar layanan, dan risiko yang sangat berbeda dengan program Temenin pemerintah. Kementerian Kesehatan juga mengembangkan aplikasi kesehatan yang menjembatani konsumen berkonsultasi dengan rumah sakit vertikal milik Kementerian Kesehatan yaitu Sehatpedia, tentu dengan model bisnis dan tujuan layanan berbeda. Saatnya kini opsi kebijakan ada di tangan Kementerian Kesehatan. Apakah membuat regulasi yang hanya mengatur inovasi dilahirkan oleh pemerintah sendiri atau menggunakan model baru yang terbuka bagi para pelaku industri e‐Kesehatan di luar pemerintah?. Pertanyaan yang harus dijawab.
Post Terkait
Mungkinkah Mengulur Umur?
Sudah jamak bila manusia terus mencari cara bagaimana umur bisa terus lebih terulur panjang. Dunia medispun tidak berhenti mencari. Makin tahun makin terungkap rahasia membuat tubuh lebih bertahan hidup dibanding…
SelengkapnyaPeremajaan Miss V dan Ginekologi Estetika
Harus diakui gencarnya perkembangan teknologi informasi dan komun ikasi turut menyumbang gambaran ideal tentang kecantikan. Tak terkecuali dengan penampilan organ intim wanita ini. Tren kecantikan terus berkembang seiring waktu .…
SelengkapnyaKeluarga Berencana dan Kualitas Penduduk
Harus diakui kesuksesan Keluarga Berencana (KB) era Orde Baru adalah suatu prestasi. Mampukah pada Era Refor masi ini pemerintah mengerem laju pertambahan pendudu k? Saat ini laju pertumbuhan penduduk kita…
SelengkapnyaGaya Hidup dan Ancaman Kanker
Harus diakui untuk mengubah gaya hidup tak segampang menulisnya. Kalau dari kecil lidah anak terbiasa mengecap cita rasa gurihnya daging bakar atau steak, tak mudah membujuknya jadi suka menu nenek.
SelengkapnyaDefisit BPJS, Rumah Sakit, dan Farmasi
Seperti diketahui permasalahan keuangan BPJS Kesehatan terjadi dari tahun ke tahun belum mampu menemukan solusi jitu. Setiap tahun selalu mengalami defisit dan semakin besar. Pada 2014 defisit sebesar Rp3,8 triliun.…
SelengkapnyaDari Redaksi
Kolom
Artikel
PENGGUNAAN PROPOELIX™ UNTUK MENINGKATKAN IMUNITAS TUBUH PADA SUBJEK PENELITIAN YANG SEHAT
10 Sep 2021 02:09 Artikel Penelitian
Prinsip-Prinsip Hak Asasi Manusia Dalam Pelayanan Kesehatan Dan Perlindungan Hak Kesehatan Bagi Orang Dengan Gangguan Jiwa
09 Jul 2020 16:27 Artikel Penelitian
Perbandingan Dua Tabung Sitrat Pada Pemeriksaan Faal Hemostasis
09 Jul 2020 16:18 Artikel Penelitian
Tata Laksana Koinfeksi HIV dan Hepatitis C : Fokus Pada Direct Acting Antiviral (DAA)
09 Jul 2020 15:57 Tinjauan Pustaka
Retensio Urine Post Partum
09 Jul 2020 13:41 Tinjauan Pustaka
Perbandingan Dua Tabung Sitrat Pada Pemeriksaan Faal Hemostasis
09 Jul 2020 16:18 Artikel Penelitian
PENGGUNAAN PROPOELIX™ UNTUK MENINGKATKAN IMUNITAS TUBUH PADA SUBJEK PENELITIAN YANG SEHAT
10 Sep 2021 02:09 Artikel Penelitian
Prinsip-Prinsip Hak Asasi Manusia Dalam Pelayanan Kesehatan Dan Perlindungan Hak Kesehatan Bagi Orang Dengan Gangguan Jiwa
09 Jul 2020 16:27 Artikel Penelitian
Kegiatan
FIK UI Rancang Strategi untuk Memutus Rantai Infeksi pada Anak Sekolah
10 Jul 2020 10:16 Kegiatan
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia (FFUI) meresmikan Empat Ruang Pendukung Pendidikan Akademik
10 Jul 2020 10:06 Kegiatan
Fakultas Farmasi UI Resmikan Laboratorium dan Ruang Apotek Simulasi
10 Jul 2020 10:00 Kegiatan
Deteksi Dini Saraf Penciuman, Cegah Kerusakan Otak !
02 Sep 2019 09:43 Kegiatan