Aspek Hukum Transpalansi Organ

Tanggal : 14 Aug 2019 13:31 Wib


.
 
 
Pendahuluan
Dalam dua atau tiga tahun terakhir ini, persoalan transplantasi organ marak diangkat di media massa baik cetak, elektronik, ataupun media online. Kasusnya mencuat karena dikaitkan dengan indikasi adanya praktek‐praktek perdagangan organ. Beberapa pihak telah dijadikan tersangka dan telah menjalani proses peradilan. Ironisnya beberapa pemberitaan mengaitkan adanya oknum di dalam institusi kesehatan yaitu rumah sakit yang terlibat dalam sindikat perdagangan organ.
Banyak pihak kemudian menanyakan mengenai regulasi terkait transplantasi organ. Disebabkan ketidaktahuan akan prosedur transplantasi organ, mereka khawatir dijadikan korban oleh oknum‐ oknum yang menjadi bagian dari sindikat perdagangan organ. Sayangnya ketika tiga tahun lalu kasus transplantasi organ, belum ada regulasi khusus terbaru yang mengatur hal tersebut. Sebelumnya ada Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis Serta Transplantasi Alat atau Jaringan Tubuh Manusia, namun peraturan ini hanya spesifik mengatur transplantasi dari pendonor yang telah meninggal.
Terbitnya Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 38 tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Transplantasi Organ paling tidak telah menjawab pertanyaan mengenai prosedur transplantasi organ. Meski sebelumnya juga telah ada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 37 tahun 2014 tentang Penentuan Kematian dan Pemanfaatan Organ Donor, namun regulasi ini hanya dikhususkan transplantasi dari pendonor yang telah meninggal, sedangkan untuk pendonor yang masih hidup pada peraturan ini tidak disebutkan.
Regulasi Transplantasi Organ
Undang‐Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan telah memberi dasar hukum bagi pelanksanaan transplan tasi organ. Pasal 64 ayat (1) berbunyi “Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan melalui transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh, implan obat dan/atau alat kesehatan, bedah plastik dan rekonstruksi, serta penggunaan sel punca.” Persyaratan utama yang dinyatakan dalam undang‐undang ini antara lain : 1) Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk dikomersialkan; 2) Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh hanya dapat dilaku kan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan di fasilitas pe la yan an kesehatan tertentu; 3) Pengambil an organ dan/atau jaringan tubuh dari seorang donor harus memperhatikan kesehatan pendonor yang bersangkutan dan menda pat persetujuan pendonor dan/atau ahli waris atau keluarganya; 4) Pengambilan dan pengiriman spesimen atau bagian organ tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan serta dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan tertentu. 
Dalam undang‐undang jelas dan tegas menekankan bahwa transplantasi organ tidak boleh untuk dikomersilkan, artinya undang‐undang ini melarang adanya perdagangan organ, meski tujuannya untuk penyembuhan.
Selanjutnya di dalam Permenkes nomor 38 tahun 2016 disebutkan definis i transplantasi organ adalah pemindahan Organ dari Pendonor ke Resipien guna penyembuhan dan pemulihan masalah kesehatan Resipien. Pendonor didefinisikan sebagai orang yang menyumbangkan Organ tubuhnya kepada Resipien untuk tujuan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan Resipien. Pendonor terdiri dari Pendonor Hidup dan Pendonor Mati Batang Otak (MBO). Pendonor dapat
memiliki hubungan keluarga maupun tidak memiliki hubungan keluarga. Sedangkan Resipien didefinisikan sebagai orang yang menerima Organ tubuh Pendonor untuk tujuan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
Permenkes selanjutnya mengamanah kan dibentuknya Komite Transplantasi Nasional yang terdiri atas unsur tokoh agama/masyarakat, profesi kedokteran terkait, psikolog/psikiater, ahli etik kedokteran/hukum, pekerja sosial, dan Kementerian Kesehatan yang memiliki tugas:
a. menyiapkan bahan kebijakan, standar, dan pedoman penyelenggaraan Transplantasi Organ bekerjasama dengan organisasi profesi terkait untuk ditetapkan Menteri;
b. membentuk sistem informasi Transplantasi Organ;
c. melakukan sosialisasi dan promosi kepada masyarakat untuk mendonorkan Organ demi kepentingan tolong menolong dan amal kebaikan;
d. menyelenggarakan registrasi dan pengelolaan data Pendonor dan Resipien;
e. melakukan penelusuran latar belakang Pendonor;
f. mengkaji kelayakan pasangan Resipien‐Pendonor berdasarkan hasil pemeriksaan oleh rumah sakit penyelenggara Transplantasi Organ dan hasil verifikasi latar belakang Pendonor;
g. melakukan pemantauan perlindungan kesehatan dan hak Pendonor pasca‐transplantasi; dan
h. bekerjasama dengan lembaga Transplantasi Organ internasional.
Komite ini memiliki kewenangan sebagai berikut:
a. melakukan supervisi rumah sakit  penyelenggara Transplantasi Organ;
b. menilai dan merekomendasikan penetapan rumah sakit penyelenggara Transplantasi Organ kepada Menteri;
c. menilai prioritas dan membuat uruta n daftar tunggu Resipien;
d. menerbitkan kartu calon Pendonor; dan
e. menetapkan kelayakan pasangan Resipien‐Pendonor berdasarkan hasil pemeriksaan oleh rumah sakit penyelenggara Transplantasi Organ dan hasil penelusuran latar belakang Pendonor, bahwa penyumbangan Organ dilakukan atas dasar sukarela dan tidak ditemukan indikasi jual beli dan/atau komersial.
Setiap rumah sakit yang akan memberikan pelayanan transplantasi organ harus memenuhi persyaratan dan standar untuk dapat ditetapkan sebagai rumah sakit penyelenggara transplantasi organ paling sedikit meliputi :
a. terakreditasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang‐undangan;
b. memiliki sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dan kewenangan di bidang Transplantasi Organ; dan
c. memiliki sarana dan prasarana yang mendukung pelaksanaan penyelenggaraan Transplantasi Organ.

Tahapan Transplantasi Organ
Penyelenggaraan Transplantasi Organ meliputi tahapan kegiatan:
A. Pendaftaran
1. Setiap calon Pendonor dan calon Resipien harus terdaftar di Komite Transplantasi Nasional, setelah memenuhi persyaratan melalui perwakilan Komite Transplantasi Nasional di Provinsi.
2. Setiap pendonor harus memenuhi persyaratan administratif dan per‐ syaratan medis.
3. Persyaratan administrasi terdiri dari :
a. surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki SIP;
b. telah berusia 18 (delapan belas) tahun dibuktikan dengan KTP, kartu keluarga, dan/atau akta kelahiran;
c. membuat pernyataan tertulis tentang kesediaan Pendonor menyumbangkan Organ tubuhnya secara sukarela tanpa meminta imbalan;
d. memiliki alasan menyumbangkan Organ tubuhnya kepada Resipien secara sukarela;
e. mendapat persetujuan suami/istri, anak yang sudah dewasa, orang tua kandung, atau saudara, kandung Pendonor;
f. membuat pernyataan memahami indikasi, kontra indikasi, risiko, prosedur Transplantasi Organ, panduan hidup pascatransplantasi Organ, serta pernyataan persetujuannya; dan
g. membuat pernyataan tidak melakukan penjualan Organ ataupun perjanjian khusus lain dengan pihak Resipien.
4. Persyaratan medis merupakan pemeriksaan medis awal dan skrining oleh rumah sakit penyelenggara Trans plantasi Organ atas permintaan dari Komite Transplantasi Nasional atau Perwakilan Komite Transplantasi Nasional di Provinsi terhadap calon Pendonor yang telah melakukan pendaftaran.
5. Setiap pasien yang membutuhkan Transplantasi Organ dapat menjadi calon Resipien setelah memperoleh persetujuan dari tim transplantasi rumah sakit.
6. Calon resipien harus pasien yang memiliki indikasi medis atau tidak memiliki kontraindikasi medis;
7. Calon Resipien atau keluarganyaharus mendaftar ke Komite Transplantasi Nasional atau perwakilan Komite Transplantasi Nasional di Provinsi setelah memenuhi persyaratan:
a. memiliki keterangan dan persetujuan tertulis dari tim transplantasi rumah sakit;
b. memiliki persetujuan tertulis kesediaan membayar biaya Transplantasi Organ atau memberikan surat penjaminan biaya Transplan tasi Organ, untuk calon Resipien yang dijamin asuransi;
c. menyerahkan pernyataan tertulis telah memahami indikasi, kontraindikasi, risiko, dan tata cara Trans plantasi Organ, serta pernyataan persetujuannya; dan
d. menyerahkan pernyataan tertulis tidak membeli Organ tubuh dari calon Pendonor atau melakukan perjanjian khusus dengan calon Pendonor, yang dituangkan dalam bentuk akte notaris atau pernyataan tertulis yang disahkan oleh notaris.
8. Pendonor yang telah dilakukan verifikasi dokumen dan memenuhi persyaratan Pendonor berhak mendapatkan kartu calon Pendonor dari Komite Transplantasi Nasional.
B. Pemeriksaan Kecocokan Resipien Pendonor Tahapan selanjutnya, Komite Transplantasi Nasional harus melakukan pengelolaan data calon Resipien dan calon Pendonor berdasarkan hasil veri‐ fikasi dokumen yang telah dilakukannya kemudian menyusun daftar prioritas. Dalam menyusun prioritas dan urutan daftar tunggu calon Resipien, Komite Transplantasi Nasional dapat menetapkan dan melakukan perubahan daftar tunggu calon Resipien atas dasar kondisi medis calon Resipien hasil pemeriksaan rumah sakit penyelenggara Transplan tasi Organ dengan memperhatikan kesel amatan pasien dan skala prioritas tertentu. Daftar tunggu calon Resipien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat di akses oleh tim transplantasi rumah sakit dan calon Resipien yang telah melakukan registrasi. Setelah ada hasil pemeriksaan awal dan skrining terhadap calon Pendonor, serta urutan daftar tunggu calon Resipien, Komite Transplantasi Nasional memasangkan calon Resipien dan calon Pendonor untuk dilakukan pemeriksaan kecocokan Resipien‐Pendonor yang dilaku kan oleh tim transplantasi rumah sakit di rumah sakit penyelenggara Transplantasi Organ. Setelah melalui proses pemeriksaan awal dan skrining, verifikasi dokumen, penelusuran latar belakang Pendonor, dan verifikasi lapangan, Komite Transplantasi Nasional mengeluarkan surat keterangan kelayakan pasangan Resipien‐Pendonor dan tidak ditemukan indikasi jual beli dan/atau komersial. Tim transplantasi rumah sakit dapat me ‐ laku kan pertukaran Pasangan Resipien‐ Pendonor dengan pasangan Resipien‐ Pendonor lain atas pertimbangan kecocokan medis, persetujuan pasangan Pendonor‐Resipien, dan sepengetahuan Komite Transplantasi Nasional sebelum dilakukan tindakan Transplantasi Organ.
C. Tindakan Transplantasi Organ dan
pascatransplantasi Organ
Tindakan pengambilan Organ dari calon Pendonor dan tindakan Transplantasi Organ dilaksanakan secara operatif oleh tim Transplantasi rumah sakit sesuai standar. Dalam hal Organ berasal dari calon Pendonor mati batang otak (MBO), tindakan pengambilan Organ oleh tim Transplantasi rumah sakit harus didahului dengan penandatangan surat konfirmasi persetujuan tindakan oleh Keluarga. Tindakan pascatransplantasi Organ harus dilakukan terhadap Pendonor Resipien melalui monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh tim Transplan tasi rumah sakit; dan Komite Transplantasi Nasional.
Sanksi Pidana Perdagangan Organ
Pelaku yang terlibat dalam praktek‐praktek perdagangan organ diancam dengan sanksi pidana pada Pasal 192 undang‐undang kesehatan “Setiap orang yang dengan sengaja memper‐ jualbelikan organ atau jaringan tubuh dengan dalih apa pun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda palin g banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).


Referensi
1. Undang‐Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
2. Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis Serta Transplantasi Alat atauJaringan Tubuh Manusia
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 37 tahun 2014 tentang Penentuan Kematian dan Pemanfaatan Organ Donor
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 38 tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Transplantasi Organ.










 

Post Terkait

Pendelegasian Wewenang dari Dokter ke Perawat

Tanggal Publikasi: 02 Sep 2019 09:42 | 27548 View

Tugas utama dokter adalah untuk menyembuhkan (to cure), yang meliputi diagnosis dan terapi penyakit. Sedangkan perawat melengkapi kegiatan dokter dengan perawat (to care). Hal ini yang memberikan perbedaan dalam etika…

Selengkapnya

Aspek Legal Pelayanan Home Care

Tanggal Publikasi: 12 Jul 2019 15:01 | 31645 View

Berkembangnya pelayanan kesehatan tentunya menjadi tantangan dan nilai tambah bagi pemberi pelayanan. Namun di sisi lain, masyarakat tidak luas tidak begitu memahami akan perkembangan pelayanan kesehatan tersebut. Dalam kondisi mereka…

Selengkapnya

Aspek Hukum Pelayanan Kedokteran Estetika bagi Dokter Umum

Tanggal Publikasi: 13 Jun 2019 10:05 | 6391 View

Pelayanan kedokteran berkembang sangat pesat seiring dengan perkembangan dan ilmu teknologi. Perkembangan tidak hanya terjadi dalam pelayanan‐pelayanan di tingkatan spesialistik, namun juga terjadi di tingkat pelayanan umum atau pertama. Perkembangan…

Selengkapnya

Tanggung Jawab Rumah Sakit Terhadap Perlindungan Hukum Dokter

Tanggal Publikasi: 08 May 2019 08:50 | 2204 View

Pelayanan kesehatan khususnya pelayanan di rumah sakit harus mengedepankan kepentingan dan keselamatan pasien. Hukum perikatan antara dokter dengan pasien bersifat perjanjian upaya (inspanning verbintenn is), yaitu dokter harus melakukan upaya…

Selengkapnya

Penetapan Cacat Akibat Kerja oleh Dokter Penasehat

Tanggal Publikasi: 30 Sep 2018 08:15 | 1435 View

Pada tahun 2014, PT.Jamsostek mencatat data sebanyak 397 kasus kecelakaan kerja setiap hari di Indonesia, 25 di antaranya mengalami kecacatan, dan 9 di antaranya meninggal dunia.

Selengkapnya