“Pasien usia lanjut ini biasanya memiliki lebih dari dua macam penyakit, dan kerap mengalami gangguan nutrisi,” papar dr. Arya. Angka kekurangan vitamin B12 pada lansia bervariasi, antara 20-25 %. Di Amerika, baik dalam komunitas maupun panti jompo, didapatkan lansia dengan kadar vitamin B12 kurang atau ambang batas.
Sama halnya dengan vitamin dan mineral lain, vitamin B12 ini hanya dibutuhkan dalam jumlah kecil. Kebutuhan vitamin B12 yang direkomendasikan di Amerika adalah sekitar 2,4 mcg/hari. Kebanyakan vitamin B12 bersumber dari produk daging atau produk yang berbahan dasar susu sehingga bagi orang vegetarian memiliki faktor risiko untuk mengalami defisiensi vitamin ini. Anemia pernisiosa merupakan etiologi tersering defisiensi vitamin B12. ”Tubuh kita memiliki kemampuan menyimpan vitamin B12 dan diperlukan waktu bertahun-tahun untuk menjadi defisiensi vitamin ini, malabsorpsi vitamin B12 dalam makanan menjadi penyebab tersering pada lansia,” tambah dr. Arya
Berbeda dengan vitamin lainnya, vitamin B12 memiliki struktur yang kompleks. Hal ini juga menggambarkan banyaknya tahapan biosintesis dengan melibatkan banyak enzim yang diekspresikan lebih dari tiga puluh gen untuk sintesis lengkap. Struktur vitamin B12 terdiri dari cincin porfirin dengan atom cobalt di tengahnya. Dari beberapa analog cobalamin yang telah tersedia, adenocylcobalamin dan methylcobalamin yang memiliki aktivitas fisiologis pada manusia. Dengan struktur kompleks yang dimilikinya, absorpsi vitamin B12 juga memiliki mekanisme yang kompleks, Coenzyme B12 yang merupakan bentuk aktif vitamin B12 lebih baik daripada vitamin B12 biasa karena dapat langsung digunakan oleh tubuh tanpa harus melalui proses absorbsi vitamin B12 yang sangat kompleks tersebut. Proses absorbsi yang sangat kompleks inilah yang menjadi salah satu faktor penyebab tingginya defisiensi vitamin B12.
Apabila terjadi gangguan aktivitas metabolisme fisiologis vitamin B12, akan terbentuk zat yang disebut serum homosistein yang bersifat vaskulotoksik dan neurotoksik serta juga dapat menimbulkan defisiensi Succinyl Co A dimana Succynil Co A memiliki peran yang sangat penting dalam proses pembentukan sel darah merah, metabolisme asam amino essensial, asam lemak dan kolesterol. Defisiensi vitamin B12 dapat asimtomatik dan simtomatik. Gejala yang ditemukan merupakan manifestasi neurologis, hematologis, maupun keduanya, yaitu letargi, kelemahan, anoreksia, glositis, kehilangan berat badan, leukopenia atau trombositopenia. Untuk mendukung diagnosis defisiensi vitamin B12 sekaligus mencari etiologinya, harus dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan hematologi, sediaan apus darah tepi, pemeriksaan sumsum tulang, serta pemeriksaan kimia seperti vitamin B12 serum, homosistein serum, peningkatan bilirubin tak terkonjugasi, serta peningkatan LDH. Pemeriksaan penjaringan dilakukan pada pasien dengan risiko berdasarkan adanya kondisi yang menjadi predisposisi defisiensi vitamin B12, pasien berusia 50-65 tahun, serta pasien berusia >65 tahun. Dikatakan defisiensi bila kadar B12 serum 65 tahun, pemeriksaan dilakukan setiap tahun.
Dosis rumatan untuk geriatri yang diberikan dapat berupa injeksi intramuskular dengan dosis 100-1000 mcg setiap 1 sampai 3 bulan, oral dengan menggunakan vitamin B12 bentuk aktif (coenzym B12) dengan dosis 500-2000 mcg/hari, 2 sediaan yang belum terdapat di Indonesia, yaitu sublingual 2000 mcg/hari, dan nasal 500 mcg setiap minggu. Di Indonesia, sudah terdapat produk sediaan kapsul yang berisi Co-enzyme B12 yang diproduksi oleh PT. Interbat dengan nama dagang Cobazim 1000 mcg dan 3000 mcg ( 1 mg & 3 mg ). Dosis diberikan 1-2 kapsul sehari atau 1-6 mg per hari. Diindikasikan pada kondisi anoreksia, malnutrisi, dan anemia pernisiosa. Nisa